Belajar dari Lima Kegagalan Gus Dur

 Belajar dari Lima Kegagalan Gus Dur

Pesan Gus Dur: Agama Jangan Dijadikan Peran Pendukung, Tapi Harus Jadi Peran Utama (Ilustrasi/Istimewa)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Siapa yang tidak mengenal kegagalan. Setiap orang pasti pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya. Namun tidak semua orang memiliki kemampuan untuk bangkit dan beradaptasi dengan situasi setelah kegagalan.

Kemampuan untuk bertahan dalam rasa terpuruk sebab kegagalan dan bangkit darinya disebut resiliensi. Berkat resiliensi yang dimilikinya, seseorang dapat terhindar dari efek buruk sebuah kegagalan.

Sebagian orang bahkan semakin baik kualitas hidupnya berkat kegagalan atau kesalahan di masa lalunya.

Berbicara mengenai kegagalan, Gus Dur yang kita kenal sebagai sosok yang sangat dihormati warga indonesia ternyata pernah mengalami kegagalan yang cukup signifikan dalam perjalanan hidupnya.

Menariknya, kegagalan yang dialami tidak hanya sekali. Berikut lima kegagalan Gus Dur yang dilansir dari buku Hairus Salim berjudul “Sang Kosmopolit.”

Gagal Lulus dari Al-Azhar Mesir

Pada tahun 1962, Gus Dur mendaftarkan dirinya ke Universitas Islam tertua di dunia, al-Azhar. Beliau mendapatkan beasiswa dari pemerintah yang merupakan kerja sama antar negara-negara KAA 1955.

Aktivitas selama perkuliahan membuat Gus Dur merasa bosan. Sistem dan kurikulum yang tersedia tidak memuaskan baginya.

Itu sebabnya Gus Dur lebih banyak menghabiskan waktunya di luar kelas seperti menonton film dan mengunjungi perpustakaan. Singkat cerita, perkuliahan pun tidak dapat diselesaikannya.

Gagal Daftar Kuliah di Leiden, Belanda

Setelah menamatkan kuliahnya di Bagdad, Gus Dur kembali melanjutkan peruntungannya ke Leiden. Akan tetapi nasib baik kembali tidak berpihak padanya.

Universitas Leiden menolaknya karena alasan ijazah yang dimilikinya tidak diakui.

Gagal Daftar Kuliah di McGill University Kanada

Semangat Gus Dur untuk menimba ilmu tidak kunjung patah. Sasaran selanjutnya adalah kampus yang terletak di Benua Amerika, McGill Kanada.

Saat itu, Departemen Agama sudah mengadakan kerja sama resmi dengan McGill sehingga bagi Gus Dur, kesempatan untuk diterima di sana rasanya cukup terbuka lebar.

Atas alasan yang kurang begitu diketahui pastinya, ternyata tetap saja keinginan Gus Dur untuk melanjutkan pendidikan di Barat kembali pupus.

Gagal Daftar Dosen di IAIN Sunan Ampel Surabaya

Kali ini sasarannya di dalam negeri, namun bukan sebagai mahasiswa melainkan sebagai pengajar. Sambil mengajar di Jombang, Gus Dur mencoba peruntungan di IAIN Sunan Ampel.

Akan tetapi, dengan alasan yang juga tidak dapat dipastikan, hasilnya kembali nihil.

Gagal Menjadi Novelis

Suatu ketika di masa Orde Baru Gus Dur ditanya seorang wartawan, “Sebenarnya, apa cita-cita dan obsesi Anda?”

Dengan enteng dijawabnya, “Menjadi penulis novel.”

Di luar dugaan, jawabannya begitu sederhana dan di luar prediksi. Tragisnya, itu pun tidak terlaksana. Kita tahu Gus Dur justru dikenal sebagai penulis produktif namun di bidang non-fiksi.

Kegagalan demi kegagalan menghantarkan Gus Dur menjadi sosok yang kita kenal hari ini. Kegagalan tidak selalu harus dimaknai negatif.

Tanpa kegagalan itu semua, atau bahkan satu saja dari salah satunya, kita tidak tahu arah sejarah akan berbelok ke mana. Salah satunya mungkin hilangnya Gus Dur dari bagian sejarah kepresidenan Republik Indonesia.

Percaya atau tidak, masih dalam buku yang sama, Hairus Salim mengisahkan bahwa satu-satunya cita-cita penting Gus Dur yang terlaksana adalah menjadi presiden.

“Tidak seperti cita-citanya pada masa sebelumnya, kali ini ia berhasil”, tandasnya.

Kemampuan Gus Dur untuk senantiasa bersabar dan tidak patah semangat dalam memperjuangkan idealismenyalah yang mengantarkannya pada situasi tersebut. []

Uu Akhyarudin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *