Bekerja Sebagai Salah Satu Wujud Syukur

 Bekerja Sebagai Salah Satu Wujud Syukur

Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial (Ilust/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Sebagai manusia, sudah semestinya kita bersyukur karena diciptakan oleh Allah dengan segala kelebihan dibanding dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain. Kita diberi kaki, tangan, mata, hidung, mulut, telinga, akal, hati dan lainnya.

Sebuah kenikmatan yang tidak ternilai harganya. Namun seringkali, kita enggan atau lupa mensyukuri apa yang telah diberikan Allah kepada kita tersebut.

Dengan modal alamiah tersebut, kita setidaknya perlu sejenak merefleksikan diri, sudah kita pergunakan untuk apa pemberian Allah tersebut? Bagaimanakah dengan laku ibadah kita kepada-Nya? Bagaimana wujud syukur kita kepada-Nya?

Saat kondisi keuangan keluarga krisis misalnya, seringkali kita lupa akan caranya bersyukur. Sebab dalam pikiran kita masih terselip paradigma uang adalah segalanya, dan hanya dengan uang kita bisa bersyukur. Padahal sejatinya uang yang kita miliki tidaklah abadi, ia bisa bertambah, berkurang, ataupun hilang dan habis.

Namun mengapa saat terjadi krisis keuangan, kiranya sulit untuk menerima dan mensyukurinya. Jika kita tahu, uang bisa kita cari dan dapatkan kembali. Kita diberikan bekal tangan, kaki, akal dan lainnya itu, adalah suatu hal berharga bagi kita untuk bisa mencari rezeki. Orang-orang yang bergerak pastilah akan dijamin rezekinya oleh Allah.

Bersyukurlah Maka Allah Akan Tambah Nikmat-Nya

Ada sebuah kisah menarik dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan al-Tirmidzi dari Anas ibn Malik. (HR Abu Daud dalam kitab al-Zakah bab Ma Tajuzu fihi al-Mas’alah : 2/120). Al kisah suatu ketika, ada seorang lelaki miskin Anshar mendatangi Rasulullah untuk meminta sesuatu.

“Apa yang masih ada di rumahmu?” tanya Rasulullah.
“Satu pakaian yang sedang dijemur dan gelas,” jawab lelaki itu.
“Kau ambil dua barang itu ke sini,” ucap Rasulullah

Lelaki itu pun mengambil barangnya ke rumah dan memberikannya kepada Rasulullah. Setelah dua barang ada di tangan Rasulullah, beliau kemudian melelangnya kepada para sahabat.

“Siapa yang mau membeli dua barang ini?” tanya Rasulullah.
“Aku akan membelinya dengan satu dirham” kata seorang sahabat, menawar.

“Siapa yang akan membeli dengan harga lebih dari satu dirham?” tanya Rasulullah kembali. Ia mengulang-ulang penawarannya itu. Hingga kemudian seorang sahabat membeli dengan harga yang dimaksud. Rasulullah lalu memberikan uang dua dirham itu kepada lelaki miskin Anshar tersebut.

“Ini, belilah makanan seharga satu dirham untuk keluargamu. Satu dirham sisanya kau belikan alat, sehingga kau bisa mencari nafkah. Setelah itu datanglah kemari lagi,” pesan Rasulullah.

Bekerja dengan Akal Pikiran

Selang beberapa waktu, lelaki itu datang kembali menghadap Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah mengikatkan lidi di kapak itu.

“Pergilah. Cari usaha. Jangan kembali menghadapku setelah lima belas hari,” kata Rasalullah.

Tepat pada hari ke lima belas, lelaki tersebut menghadap Rasulullah dengan membawa lima belas dirham, dari hasil jerih payah dengan kapak miliknya. Dengan uang tersebut, lelaki itu bisa membeli berbagai kebutuhan untuk keluarganya.

“Hal seperti itu, lebih baik daripada kau meminta-minta yang akan menimbulkan bintik hitam di wajahmu kelak di akhirat,” kata Rasulullah kepada lelaki Anshar itu.

Dari kisah tersebut, sebagai insan beriman kita bisa memetik hikmah yang begitu besar. Pertama, Rasulullah mengajarkan kita untuk menggunakan akal pikiran kita agar bisa kreatif dalam mencari rezeki.

Kedua, secara tidak langsung Rasulullah memberi pesan bahwa sebisa mungkin seseorang tidak menjadikan meminta-minta sebagai pekerjaan untuk mencari rezeki. Ketiga, kita harus bisa mensyukuri apa yang ada, salah satu cara bersyukur yaitu kita menggunakan kaki, tangan, panca indera dan tenaga untuk bekerja dan beribadah.

Mohammad Iqbal Shukri

Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Perbankan Syariah UIN Walisongo Semarang

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *