Beberapa Intisari Penting dari Dars Syaikh Anas asy-Syarfawi

 Beberapa Intisari Penting dari Dars Syaikh Anas asy-Syarfawi

Beberapa Intisari Penting dari Dars Syaikh Anas asy-Syarfawi (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Kalangan Hasywiyah dan Mujassimah Karramiyah sangat membenci Imam Fakhruddin ar-Razi yang berhasil menelanjangi kesesatan nalar mereka yang mengotori akidah kaum muslimin dengan ajaran tajsim (menjisimkan Allah).

Hanya saja mereka tidak mampu berdialog secara ilmiah, bisanya hanya mencela, mengumpat, memukul dan bahkan membunuh.

Kebencian mereka semakin memuncak ketika Imam Razi mengarang kitab Ta’sis at-Taqdis (Meletakkan Fondasi Penyucian Tuhan).

Akhirnya, mereka meracuni Imam Razi hingga beliau wafat beberapa hari berikutnya.

Bertahun-tahun kemudian, muncullah Ibnu Taymiyah yang marah sekali terhadap kitab Ta’sis tersebut hingga membuat kitab khusus untuk menyanggah kitab tersebut.

Kenapa ia marah padahal kitab tersebut khusus ditujukan untuk mengkritik para mujassim Karramiyah dan Hasyawiyah bukan mengkritik ajaran Ahlussunnah wal Jamaah?

Tentu saja jelas sebab dia bagian dari mereka. Kitab sanggahannya yang berjudul Bayan Talbis al-Jahmiyah dengan terang-terangan menuduh Imam Razi sebagai Jahmiyah, khas tuduhan para mujassim.

Kitab sanggahannya ini bermutu rendah secara ilmiah dan telah diberi catatan kaki oleh beberapa Wahabi-Taimiy dengan catatan yang lebih buruk kualitasnya.

Ibnu Taymiyah kemudian menyebarkan pemikiran yang jelas sesatnya, semisal bahwa neraka berikut isinya tidaklah kekal, padahal jelas al-Qur’an berkata sebaliknya.

Pendapat tidak kekalnya neraka adalah pendapat Jahmiyah, tapi anehnya Ibnu Taymiyah sendiri malah sering menuduh lawannya (para ulama Aswaja) sebagai Jahmiyah.

Selain itu Ibnu Taymiyah juga mengajarkan bahwa ada makhluk-makhluk yang secara jenis adalah qadim (tidak berawal) meskipun secara partikular tidak qadim.

Bukan hanya non-sense, akidah ini jelas sesat sebab mengkhayalkan bahwa Allah tidak pernah ada sendirian tanpa makhluk karena selalu ada makhluk yang bersamanya, konsekuensinya, waktu pun menjadi qadim juga.

Padahal hadis sahih jelas sekali menyatakan sebaliknya bahwa Allah awalnya sendirian tanpa makhluk apa pun kemudian barulah menciptakan makhluk pertama, saat Allah telah menghendakinya.

Pendapat qadimnya makhluk sama dengan pendapat para Filsuf Yunani yang meyakini bahwa jenis alam semesta ini qadim.

Yang huduts (punya awall mula) hanya bagian-bagian alam saja. Kedua pendapat tersebut sama persis hanya beda istilah.

Anehnya, Ibnu Taymiyah justru sering menuduh kawannya (para ulama Aswaja) terpengaruh filsafat.

Ibnu Taymiyah adalah imam bagi kalangan Karramiyah dan Hasyawiyah, bukan imam bagi Ahlussunnah wal Jamaah.

Pendapatnya di atas adalah pendapat yang mengarah pada kekafiran (kufriyah) sebab berbicara tentang pokok akidah, bukan hanya perkara cabang yang dimaklumi ketika berbeda pendapat.

Disarikan secara bebas dengan beberapa editing yang tidak mengubah substansi. []

Abdul Wahab Ahmad

Ketua Prodi Hukum Pidana Islam UIN KHAS Penulis Buku dan Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur dan Pengurus Wilayah LBM Jawa Timur.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *