Bahas Radikalisme, Lakpesdam PBNU: Radikal Boleh, Namun…
HIDAYATUNA.COM, Bogor – Maraknya radikalisme yang mengatasnamakan agama membuat santri-santri dan alumni pondok pesantren resah. Sebagi respon, Ikatan Alumni Putri Pondok Pesantren Al-Fiqoriyah (IKAP) gelar Diskusi Publik bertajuk ‘Mengungkap Implementasi Negatif Radikalisme dalam Kehidupan Masyarakat’.
Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PBNU, Daniel Zuchron, menjelaskan, di Indonesia pengaruh radikalisme dan ektrimisme itu bisa dirasakan dan dilihat dengan mudah.
“Radikal boleh dilakukan namun harus sesuai dengan tempatnya,” kata Zuchron sebagai salah satu pembicara diskusi publik di Aula Ponpes Al Fiqoriyah, Desa Waringinjaya, Kecamatan Bojonggede, Bogor seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Hidayatuna.com, Kamis (30/1/2020).
“Dulu kita juga radikal yaitu saat kita mengusir penjajah dari negara kita. Namun gerakan radikal hari ini berbeda, bukan untuk memperkuat negara kita, namun sebaliknya malah untuk merongrong negara kita,” imbuhnyam
Sudah saatnya, kata dia, negara lebih serius melibatkan ormas Islam meluruskan paham radikal tersebut.
“Terorisme dan radikalisme, tidak hanya bisa diselesaikan oleh pemerintah dan aparat keamanan saja. Negara harus melibatkan ormas-ormas keagamaan seperti NU dan Muhamadiyah untuk meluruskan mereka yang berfaham radikal,” katanya.
Sementara itu, Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa NU, Ahmad Ikhrom, radikalisme adalah sebuah keinginan yang menggunakan pemaksaan kehendak untuk mencapai keinginannya.
Kemudian sikap memaksa tersebut disertai dengan tindak kekerasan dan tindakan teror. Ketika kedua cara itu tidak berhasil maka tingkat kekerasan ditambah keras dengan menggunakan terorisme baik bersifat aksi atau bom bunuh diri.
Maka dari itu terorisme dapat dipastikan radikal tetapi radikal bukan terorisme.
“Radikal dapat dijadikan tindakan teror untuk mendukung radikalisme. Nah kita harus hati-hati dengan adanya kelompok yang dengan menggebu-gebu mengajak untuk memurnikan Islam,” katanya.
Menurut dia, membunuh orang yang tidak satu pemikiran dan seringkali disebut jihad termasuk pemahaman yang salah.
“Islam itu membawa rahmat, ketentraman, bukan malah menakutnakuti. Mereka berfikir kalau itu adalah jihad, padahal mereka salah dalam memahami agama,” katanya.
Ketua Bidang Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan DPP Forum Silaturahmi Warga, Muhammad Rohim Hidayatulloh, menjelaskan, dampak daripada adanya fenomena radikalisme ini adalah minimnya akhlak.
“Radikalisme bisa merusak tatanan kehidupan yang telah dibangun pendahulu serta intoleransi yang berfikir benar menurut dia dan pendapat orang lain salah,” kata Rohim.
Radikalisme itu, lanjutnya tidak melulu hanya berasal dari penyempitan pemahaman agama, namun juga adanya kesenjangan sosial, hukum yang tajam kebawah dan tumpul keatas, pembanguan yang tidak merata, menurut saya ini juga bisa memicu munculnya radikalisme dan sparatisme di masyarakat.
“Selain pemahamana agama, adanya kesenjangan sosial dan ketidak adilan hukum itu juga bisa menyebabkan radikalisme,” pungkasnya. (AS/HIDAYATUNA.COM)