Bagimana Hukum Zakat Hasil Tambang? Berikut Penjelasannya
Zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang memiliki harta dalam ukuran tertentu dan kurun waktu tertentu. Zakat adalah bentuk keadilan Islam dimana yang kaya (pemilik harta) wajib memberikan hartanya kepada fakir miskin.
Zakat berlaku wajib terhadap berbagai bidang termasuk tambang. Yang dimaksud tambang disini adalah emas dan perak yang digali dari bumi yang ada sejak semula baik benda padat maupun benda cair, seperti emas, perak dan minyak dengan syarat cukup satu nisab, dan tidak di syaratkan sampai Haul.
Allah berfirman:
يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنْفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ – البقرة
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Qs al-Baqarah ayat 267)
Para ulama pun telah ijma’ (sepakat), bahwa emas dan perak sebagai mata uang, wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian juga emas dan perak yang disimpan (bukan perhiasan yang dipakai) wajib dikeluarkan zakatnya. Mengenai barang tambang non emas dan perak dengan perspektif bahwa barang-barang tambang itu adalah merupakan harta kekayaan maka barang tambang wajib dikeluarkan zakatnya. Sebagaimana hadits Nabi berikut:
عَنْ بِلاَل بِنْ الحَارِث رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَخَذَ مِنَ الْمَعَادِنِ الْقَبَلِيَّةِ الصَّدَقَةَ
Artinya: ”Dari Bilal bin Al-Harist ra: sesungguhnya Rasulallah saw telah mengambil zakat dari barang tambang” (HR Abu Dawud)
Zakat hasil tambang itu wajib dikeluarkan segera, tanpa menunggu berlalunya satu haul, jadi dalam hal ini perhitungan nisab tetap disyaratkan, karena dalil-dalil tentang persyaratan nisab itu bersifat umum, tidak membedakan haul karena persyaratan haul pada harta yang lainnya hanyalah agar harta itu dapat dikembangkan untuk memperoleh keuntungan, ini tidak berlaku pada hasil tambang sebab penghasilan itu sendiri sudah merupakan suatu keuntungan.
Barang tambang yang digali sekaligus harus memenuhi nisab begitu juga yang digali secara terus-menerus, tidak terputus karena diterbengkalaikan. Semua hasil tambang yang digali secara terus-menerus harus digabung untuk memenuhi nisab.
Jika penggalian itu terputus karena suatu hal yang timbul dengan tiba-tiba, seperti reparasi peralatan atau berhentinya tenaga kerja, maka semua itu tidak memengaruhi keharusan menggabungkan semua hasil galian. Bila galian itu terputus karena beralih profesi, karena pertambangan sudah tidak mengandung barang tambang yang cukup atau sebab lain, maka hal ini memengaruhi penggabungan yang satu dengan yang lain. Dalam hal ini harus diperhatikan nisab ketika dimulai kembali penggalian baru. Termasuk dalam barang tambang semua hasil yang digali dari daratan atau pun dari dasar laut, sementara yang dikeluarkan dari laut itu sendiri, seperti mutiara, ambar dan marjan, harus dizakati seperti zakat komoditas dagang.
Menurut madzhab Hanafi, persentase wajibnya adalah seperlima (20%) sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Dalam pertambangan itu wajib zakat seperlimanya.” (Al-Jama’ah). Yang termasuk dalam rikaz adalah pertambangan. Menurut jumhurul ulama telah sepakat mengenai barang tambang emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Sedangkan pada zakat barang tambang non emas dan perak terjadi perbedaan pendapat. Kesimpulannya perbedaan pendapat berkisar antara 1/5 (20%) dan 1/40 (2,5%) dan Yusuf Qardhawi memilih jalan yang tidak begitu mencolok perbedaannya, yaitu 1/10 (10%) bila tidak memerlukan biaya besar. Jadi sama dengan zakat hasil pertanian yang sama-sama dihasilkan dari bumi (di atas dan di dalam bumi).