Bagian Waris Saudari : Tanya Jawab

 Bagian Waris Saudari : Tanya Jawab

Fiqih Mawaris dan Persoalan Pisah Harta (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Dalam hukum fikih, mengenai bagian waris untuk saudari (perempuan) dari saudaranya telah diatur sedemikian adil. Dengan begitu, harapannya tidak ada lagi keributan mengenai hukum waris ini.

Berikut bagian waris yang diperuntukkan bagi saudari. Seorang penanya mengajukan pertanyaannya kepada penulis.

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Mengenai bagian waris saudari pewaris, baik itu sekandung atau seibu. Mereka mendapatkan warisan ketika pewaris tidak meninggalkan anak dan Ayah (kalalah) sehingga ketika pewaris meninggalkan anak atau ayah, saudari seibu terhijab (tidak mendapatkan warisan). Tetapi kenapa saudari sekandung tetap mendapatkan waris, padahal ayat yang menyebutkan bagiannya adalah ketika kalalah? (Iqbal Ramadhan – Bandung)

Jawab:

Ada beberapa sebab mendapatkan waris. Pertama karena hubungan perkawinan sehingga suami atau istri mendapatkan warisan dari pasangannya yang meninggal. Kedua adalah sebab keturunan (nasabiyah), baik itu dari arah furu’ seperti anak dan terus kebawah, ushul seperti orang tua pewaris dan terus keatas, serta hawasyi seperti saudara atau paman.

Jadi saudara/i termasuk pada daftar ahli waris yang berhak menerima waris dari arah samping (hawasyi). Namun meski demikian, tidak bisa dikatakan bahwa saudara/i pasti mendapatkan waris karena ada syarat yang menentukan ia mendapatkan waris.

Syarat tersebut dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 12 dan 176.

An-Nisa ayat 12:

وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ

“…Bila seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai satu orang saudara laki-laki (seibu) atau satu orang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta; tetapi bila saudara-saudara seibu itu lebih dari satu orang, maka mereka bersama-sama mempunyai hak bagian sepertiga; setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya dengan tidak merugikan. Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

An-Nisa Ayat 176:

سْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Syarat Saudara Seibu Mendapat Warisan

Pada kedua ayat tersebut, saudara/i seibu dan sekandung mendapatkan bagian waris dengan syarat pewaris tidak meninggalkan anak dan tidak meninggalkan ayah. Maka ketika syarat itu tidak terpenuhi karena pewaris meninggalkan anak atau ayah. Bagian yang dijelaskan dalam ayat tersebut juga tidak berlaku, artinya saudara/i baik seibu atau pun sekandung tidak mendapatkan waris karena terhijab oleh anak laki laki atau ayah.

كل وارث ليس له سهم مقدر ويأخذ كل المال اذا انفرد ويأخذ الباقي بعد أصحاب الفروض

“Setiap ahli waris yang tidak memiliki bagian yang telah ditentukan. Maka ia mengambil semua harta waris jika ia seorang diri dan mengambil sisa harta waris. Setelah sebelumnya diambil oleh orang-orang yang memiliki bagian.” (Wahbah Az-Zuhaili, al-Mu’tamad fil Fiqhis Syâfi’i)

Berbeda ketika pewaris meninggalkan anak perempuan. Kehadiran anak perempuan menjadi penghalang mendapatkan waris bagi saudara/i seibu, karena saudara/i seibu bisa mendapatkan waris jika dalam keadaan kalalah.

Tetapi untuk saudara/i sekandung, keberadaan anak perempuan tidak menghalangi mereka mendapatkan waris. Mereka tetap mendapatkan warisan, jika ahli warisnya adalah anak perempuan dan saudara sekandung.

Maka bagian dari saudara sekandung adalah sisa (ashobah), begitu pula dengan saudari sekandung. Jika bersama sama dengan anak perempuan, ia menjadi ashobah ma’al ghoir.

Kesimpulan

Kesimpulan dari pertanyaan diatas adalah, pertama saudara/i baik seibu atau sekandung mendapatkan waris ketika dalam keadaan kalalah. Kedua, jika pewaris meninggalkan anak laki laki atau ayah, maka saudara/i baik seibu atau sekandung tidak mendapatkan apa apa (terhijab).

Ketiga, jika pewaris meninggalkan anak perempuan, maka saudara/i seibu terhalang tidak mendapatkan apa apa. Sedangkan saudara/i sekandung tetap mendapatkan bagian yaitu ashobah.

Hal ini karena ada dalil khusus yang menyatakan bahwa saudari sekandung tetap mendapatkan waris meskipun pewaris bukan kalalah (ada anak perempuan).

“Dari Abi Musa ra. Berkata: Bahwa Ibnu Mas’ud benar benar telah ditanya tentang masalah ahli waris anak perempuan, seorang cucu perempuan, dan saudara perempuan. Maka jawabannya: tentu aku akan memberi pada anak perempuan dan cucu perempuan menurut apa yang Rosulullah SAW telah pernah memberinya, ialah: untuk seorang anak perempuan mendapatkan 1/2, untuk cucu perempuan mendapat 1/6 sebagai penyempurna 2/3. Maka sisanya untuk saudari perempuan” (H.R. Bukhari).

Iwan Setiawan, M.H

Dosen Hukum Ekonomi Syariah STAI Sabili Instagram: ibnu_syamsudin

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *