Bagaimana Nabi Muhammad Menyelesaikan Masalahnya?
HIDAYATUNA.COM – Ada sebuah ungkapan yang beredar di media sosial, kira-kira begini ungkapan tersebut, “logikanya, Rosulullah menyelesaikan masalahnya dengan merujuk pada Alquran. Mengapa kita, yang masalahnya tidak seberat Rasulullah tidak mau merujuk pada Alquran.”
Tetapi apakah memang Rasulullah selalu merujuk Alquran ketika terjadi permasalahan, dan lantas apakah kita wajib menggunakan rujukan pada Alquran ketika ada masalah? Lalu, apakah memang permasalahan kita jauh di bawah masalah Rasulullah?
Tetapi sebelum memahami hal tersebut, kita harus pahami bahwa Rasulullah adalah manusia biasa yang diamanahi oleh Allah untuk meluruskan akhlak dan memberi rahmat bagi seluruh alam.
Kemudian karena Rasulullah adalah manusia biasa, maka beliau juga tidak terlepas dari permasalahan. Hal ini terbukti dalam hadis, dan juga riwayat sejarah yang menceritakan bahwa Rasulullah mendapatkan masalah. Tidak hanya bagian agamanya, tetapi juga masalah keluarga.
Permasalahan yang Dihadapi Rasulullah
Sebagaimana manusia biasa, maka nabi pernah juga mendapatkan masalah. Beliau juga mendapatkan kesulitan untuk menyelesaikan masalah. Lalu apa saja masalah yang sering dihadapi oleh Nabi Muhammad?
Seperti kisah ketika Nabi Muhammad bermuka masam di depan salah satu sahabat yang buta bernama Abdullah bin Maktum. Pada waktu itu Abdullah datang kepada nabi untuk diajari beberapa ayat Alquran. Tetapi pada waktu itu Nabi tidak memedulikannya dan bermuka masam.
Ketika Nabi sudah menyelesaikan masalahnya dengan pembesar kaum Quraisy, diceritakan bahwa pandangan Rasulullah menjadi gelap. Saat itulah turun surah Abasa ayat 1-16 sebagai peringatan dari Tuhan kepada Nabi Muhammad.
Kemudian kisah kehidupan Nabi Muhammad dengan isterinya yang tengah mengalami permasalahan. Aisyah, istri nabi difitnah telah melakukan zina dengan salah satu sahabat nabi.
Diceritakan dari Aisyah, “bahwa ketika Nabi berangkat perang, maka nabi mengadakan undian kepada seluruh istrinya. Undian tersebut dilakukan untuk diajak ke medan perang sebagai teman Rasulullah.” Ketika itu muncul nama Aisyah, maka Aisyah yang dihajar ke medan perang.
Fitnah yang Diterima Istri Nabi
Permasalahan itu (fitnah zina yang ditubuhkan pada Aisyah) terjadi ketika perang tersebut selesai. Ketika itu Nabi bersama rombongannya sudah pulang, termasuk Aisyah.
Saat istirahat dirasa sudah cukup maka Nabi Saw mengisyaratkan untuk meneruskan perjalanan pulang. Ketika Nabi mengintruksikan untuk melanjutkan perjalanan tersebut, Aisyah sedang menunaikan hajatnya (buang air besar) sehingga tidak ada di dalam tandu.
Rombongan yang membawa tandu Aisyah tersebut sudah menantinya. Ketika Aisyah kembali dari menyelesaikan hajatnya, beliau meraba dadanya, dan merasa ada yang kurang.
Ternyata kalungnya jatuh, maka Aisyah kembali ke tempat hajatnya, untuk mencari kalungnya. Saat itulah rombongan pembawa tandu sudah siap berangkat karena mengira Aisyah sudah ada di dalamnya.
Kemudian setelah itu terjadi banyak fitnah yang mengatakan jika Aisyah telah berbuat zina dengan salah satu sahabat yang menemani Aisyah karena tertinggal rombongan. Fitnah ini berlangsung lama, mungkin hingga satu bulan.
Hingga ujungnya nabi berkeinginan untuk menceraikan Aisyah. Di sinilah pelajaran yang perlu kita ambil, Nabi tidak lantas langsung berdoa pada Tuhan untuk menjelaskan semua perkara tersebut, tetapi terlebih dahulu berusaha sesuai ketentuan pada masa itu.
Merenung saat Menghadapi Masalah
Nabi meminta pertimbangan pada para sahabat, termasuk juga pada sahabat Abu Bakar assidiq (ayah Aisyah). Nabi juga mempertimbangkan terlebih dahulu, beliau diam (dalam arti tidak berbicara pada Aisyah) selama beberapa minggu. Pertimbangan-pertimbangan tersebut akhirnya berujung pada keinginan nabi untuk menceraikan Aisyah.
Setelah nabi berkeinginan untuk menceraikan Aisyah, maka turunlah surat an-Nur ayat 11 yang menjelaskan bahwa Aisyah tidak berbuat dosa, dan bahwa berita yang tersebar adalah bohong.
Pelajaran yang perlu diambil dari permasalahan keluarga dari Rasulullah tersebut adalah bahwa semua hal itu pertama-tama perlu untuk berusaha dahulu, setelah itu baru bersandar pada Tuhan. Kemudian ada dua kisah yang tidak ada hubungannya dengan al-Qur’an.
Pertama adalah piagam Madinah, adalah seperangkat aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad untuk mengatur kehidupan masyarakat Madinah. Dalam membuat butir-butir dalam piagam Madinah tersebut Nabi mengambil dengan kacamata politik.
Cara Menyelesaikan Masalah Ala Rasulullah
1. Mengelompokkan Permasalahan
Menyelesaikan masalah dalam kehidupan ini memang sulit, tetapi bukan berarti tidak bisa diselesaikan. Pertama yang perlu dipahami adalah membedakan masalah tersebut. Apakah masalahnya adalah permasalahan agama, permasalahan kemanusiaan, permasalahan tentang politik.
Dengan paham perbedaannya maka kita bisa mengambil solusi yang tepat. Misalkan masalahnya adalah permasalahan politik, maka mencari solusi di dalam Alquran tidak akan bisa ditemui, terlebih dengan hanya berbekal paham bahasa arab saja.
Untuk menyelesaikan masalah politik dengan Alquran saja tidak cukup. Kita harus juga melihat sejarah barulah bisa diambil pelajaran agar terselesaikan masalah-masalah politik.
Kemudian ketika terjadi masalah agama, apakah lantas kita mengatakan bahwa harus merujuk pada Alquran. Misalkan mencuri, dalam al-Alquran hukumnya dipotong tangannya.
Jika hanya merujuk pada Alquran saja, maka hukum potong tangan tersebut dilakukan kepada semua pencuri. Di sinilah pentingnya hadis, untuk penjelas seberapa besar barang curian yang bisa dikenai hukum potong tangan.
2. Medapatkan Wahyu dan Petunjuk Allah SWT.
Sebuah kisah dari sahabat Umar bin Khattab saat menjadi khalifah, Umar mendapatkan laporan bahwa ada seorang yang telah mencuri. Orang tersebut memang mencuri, tetapi Umar tidak memberikan hukuman potong tangan pada si pencuri.
Hal itu ia lakukan agar si pencuri ketika sudah sadar bisa bekerja dengan kedua tangannya. Oleh karena itulah, hukum dalam Alquran sebenarnya bisa diubah ketika titik jera yang ditimbulkan sama.
Bagaimana Rasulullah menyelesaikan masalahnya? Tentu Rasulullah tidak langsung merujuk pada Alquran karena pada saat itu Alquran belum semuanya turun.
Rasulullah mengambil keputusan dihampir semua permasalahan berdasarkan ketentuan dari Tuhan. Ketika Nabi salah mengambil keputusan, maka beliau langsung diingatkan oleh Tuhan.
Rasulullah bersama para sahabat pada masa awal penyebaran agama Islam adalah sebagai sebab turunnya ayat-ayat Alquran. Misalkan ayat yang menjelaskan bahwa nabi bermuka masam kepada salah satu sahabat yang buta. Kisah Nabi bermuka masam tersebut kemudian diabadikan dalam Alquran sebagai ayat agar bisa diambil pelajaran darinya.
Mengambil pelajaran dari Alquran tanpa melihat hadis-hadis nabi, tanpa mencari pemahaman dari para sahabat tentang satu ayat. Tanpa memandang pandangan para ulama, tentu kita akan tersesat pada pemahaman yang salah.