Bagaimana Islam Memandang Hidup yang Santai?

 Bagaimana Islam Memandang Hidup yang Santai?

Jangan Pernah Risau, Allah Telah Mengatur Setiap Lembaran Hidup Hambanya (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM – Hidup santai dalam Islam tidak sekadar berarti menjalani kehidupan tanpa beban atau tanggung jawab, melainkan mencapai keseimbangan yang harmonis antara berbagai aspek kehidupan, termasuk spiritual, emosional, dan fisik.

Islam sebagai agama yang komprehensif memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana umatnya dapat menjalani kehidupan dengan tenang dan damai, meski di tengah-tengah tantangan dunia modern yang seringkali penuh tekanan.

Dalam Islam, konsep hidup santai dapat dilihat dari berbagai perspektif, termasuk kesejahteraan jiwa, ketenangan hati, dan kedamaian batin. Hidup santai adalah hidup yang penuh dengan rasa syukur dan kesabaran, menjalani setiap hari dengan ikhlas dan ridha atas ketentuan Allah.

Hidup Santai ala Islam

Al-Qur’an dan Hadits memberikan banyak petunjuk tentang bagaimana mencapai hidup yang tenang dan damai ini. Dan berikut ini adalah rangkuman singkatnya:

  1. Keseimbangan Antara Dunia dan Akhirat

Islam mengajarkan pentingnya keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam surat Al-Qashas ayat 77, Allah berfirman:

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ .

Artinya: Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Ayat ini menekankan bahwa sementara kita harus berusaha untuk kehidupan akhirat. Dan secara bersamaaan kita juga tidak boleh mengabaikan tanggung jawab dan kebutuhan kita di dunia.

Hidup santai dalam konteks ini berarti menjalani kehidupan dengan bijak, menjaga keseimbangan antara bekerja keras untuk dunia dan akhirat, serta menikmati karunia Allah tanpa berlebihan.

  1. Tawakkal dan Rasa Syukur

Tawakkal atau berserah diri kepada Allah adalah prinsip penting dalam mencapai hidup santai. Dengan tawakkal, kita menyerahkan segala urusan kita kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal.

Ini memberikan ketenangan batin karena kita percaya bahwa apapun hasilnya, itu adalah yang terbaik dari Allah. Selain itu, bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah juga membantu kita merasa puas dan tenang. Dalam surat Ibrahim ayat 7, Allah berfirman:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ .

Artinya: Dan (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras”.

  1. Pengelolaan Stres dan Kecemasan

Islam menyediakan berbagai metode untuk mengelola stres dan kecemasan, termasuk melalui shalat, dzikir, dan doa. Shalat adalah momen dimana seorang Muslim berkomunikasi langsung dengan Allah, meminta petunjuk dan ketenangan.

Dzikir, atau mengingat Allah, juga merupakan cara efektif untuk menenangkan hati. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat 28:

الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ .

Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.

  1. Menjaga Kesehatan dan Istirahat yang Cukup

 

Islam juga menekankan pentingnya menjaga kesehatan fisik sebagai bagian dari hidup santai. Hal ini sebagaimana sikap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam menyikapi permasalahan antara dua sahabat beliau, Salman Al-Farisi dan Abu Darda yang dikisahkan dalam Shahih Bukhari:

 

آخَى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَ سَلْمَانَ ، وَأَبِى الدَّرْدَاءِ ، فَزَارَ سَلْمَانُ أَبَا الدَّرْدَاءِ ، فَرَأَى أُمَّ الدَّرْدَاءِ مُتَبَذِّلَةً . فَقَالَ لَهَا مَا شَأْنُكِ قَالَتْ أَخُوكَ أَبُو الدَّرْدَاءِ لَيْسَ لَهُ حَاجَةٌ فِى الدُّنْيَا . فَجَاءَ أَبُو الدَّرْدَاءِ ، فَصَنَعَ لَهُ طَعَامًا . فَقَالَ كُلْ . قَالَ فَإِنِّى صَائِمٌ . قَالَ مَا أَنَا بِآكِلٍ حَتَّى تَأْكُلَ . قَالَ فَأَكَلَ . فَلَمَّا كَانَ اللَّيْلُ ذَهَبَ أَبُو الدَّرْدَاءِ يَقُومُ . قَالَ نَمْ . فَنَامَ ، ثُمَّ ذَهَبَ يَقُومُ . فَقَالَ نَمْ . فَلَمَّا كَانَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ قَالَ سَلْمَانُ قُمِ الآنَ . فَصَلَّيَا ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ . فَأَتَى النَّبِىَّ  صلى الله عليه وسلم فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ  صلى الله عليه وسلم : صَدَقَ سَلْمَانُ (رواه ابخاري) .

Artinya: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. Tatkala Salman bertandang (ziarah) ke rumah Abu Darda’, ia melihat Ummu Darda’ (istri Abu Darda’) dalam keadaan mengenakan pakaian yang serba kusut. Salman pun bertanya padanya, “Mengapa keadaan kamu seperti itu?”

Wanita itu menjawab, “Saudaramu Abu Darda’ sudah tidak mempunyai hajat lagi pada keduniaan.” Kemudian Abu Darda’ datang dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Setelah selesai Abu Darda’ berkata kepada Salman, “Makanlah, karena saya sedang berpuasa.”

Salman menjawab, “Saya tidak akan makan sebelum engkau pun makan.” Maka Abu Darda’ pun makan. Pada malam harinya, Abu Darda’ bangun untuk mengerjakan shalat malam. Salman pun berkata padanya, “Tidurlah.” Abu Darda’ pun tidur kembali. Ketika Abu Darda’ bangun hendak mengerjakan shalat malam, Salman lagi berkata padanya, “Tidurlah!”

Hingga pada akhir malam, Salman berkata, “Bangunlah.” Lalu mereka shalat bersama-sama. Setelah itu, Salman berkata kepadanya, “Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak.

Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” Kemudian Abu Darda’ mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu menceritakan apa yang baru saja terjadi. Beliau lantas bersabda, “Salman itu benar.” (HR. Bukhari)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa menjaga keseimbangan antara beribadah dan menjaga kesehatan fisik dengan makan makanan yang baik, berolahraga, dan mendapatkan istirahat yang cukup.

Karena menjaga kesehatan fisik adalah bagian dari ajaran Islam. Dengan menjaga kesehatan, kita dapat menikmati hidup, beribadah dan menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih baik.

Implementasi Hidup Santai dalam Kehidupan Sehari-hari

Menerapkan konsep hidup santai dalam kehidupan sehari-hari memerlukan kesadaran dan usaha terus-menerus. Berikut beberapa langkah praktis yang dapat diambil:

  1. Membuat Jadwal yang Seimbang

Buatlah jadwal yang seimbang antara pekerjaan, ibadah, dan waktu bersama keluarga. Dengan jadwal yang baik, kita dapat menghindari stres akibat pekerjaan yang menumpuk dan tetap dapat meluangkan waktu untuk beribadah dan berkumpul dengan orang-orang tercinta.

  1. Mengurangi Pengaruh Negatif

Menjauhi hal-hal yang dapat membawa pengaruh negatif dalam hidup, seperti pergaulan yang buruk, kebiasaan buruk, atau konsumsi media yang berlebihan dan tidak bermanfaat. Sebaliknya, carilah lingkungan yang positif dan mendukung, serta lakukan kegiatan yang bermanfaat dan menyenangkan.

  1. Praktik Mindfulness dalam Islam

Mindfulness atau kesadaran penuh dalam Islam bisa diwujudkan melalui kesadaran dalam setiap tindakan dan pikiran. Ketika melakukan ibadah, seperti shalat atau dzikir, usahakan untuk melakukannya dengan penuh kesadaran dan khusyuk. Ini membantu kita fokus pada saat ini dan mengurangi kecemasan dalam hidup kita.

  1. Melakukan Amal Shalih

Salah satu cara untuk mencapai hidup santai adalah dengan melakukan amal shalih. Dengan membantu orang lain dan berbuat kebaikan, kita mendapatkan kebahagiaan dan kepuasan batin. Amal shalih juga mendekatkan kita kepada Allah dan menambah pahala untuk kehidupan akhirat.

Hidup santai dalam Islam adalah tentang mencapai keseimbangan dan kedamaian dalam semua aspek kehidupan. Dengan tawakkal, rasa syukur, pengelolaan stres yang baik, dan menjaga kesehatan, kita dapat menjalani kehidupan yang lebih tenang dan bahagia.

Implementasi konsep ini dalam kehidupan sehari-hari memerlukan usaha yang berkelanjutan dan kesadaran diri, namun hasilnya adalah kehidupan yang lebih damai dan harmonis, sesuai dengan ajaran Islam.

Dengan mengikuti panduan ini, umat Islam dapat menghadapi tantangan hidup dengan lebih tenang dan penuh keyakinan, serta mencapai kebahagiaan sejati yang tidak hanya terbatas pada kehidupan dunia, tetapi juga untuk akhirat.

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *