Pendapat Mufassir tentang Muslimah Yang Belum Berhijab

 Pendapat Mufassir tentang Muslimah Yang Belum Berhijab

Pendapat Mufassir tentang Muslimah Yang Belum Berhijab. Pakar tafsir Ibnu ‘Athiyah menulis pendapatnya tentang tafsir atas ayat tersebut

Oleh: Prof. Dr. Quraish Shihab

HIDAYATUNA.COM – Terkait masalah aurat ini Allah SWT telah menjelaskan dalam surah an-Nur ayat 31 :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Artinya : “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka” dst

Ayat ini memberi petunjuk kepada wanita Muslimah agar menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka serta tidak menampakkan hiasannya kecuali kepada sejumlah orang tertentu yang begitu dekat jiwa raganya kepadanya (suami) atau orang dekat hubungan darahnya sehingga tidak akan timbul birahi kepada mereka seperti ayah, saudara dan lain-lain seperti yang disebut oleh ayat tersebut.

Hiasan wanita dapat merupakan bagian dari tubuhnya dan dapat juga perhiasan yang digunakan pada tubuhnya. Larangan menampakkan hiasan itu dikecualikan oleh ayat diatas dengan menggunakan redaksi “kecuali apa yang tampak darinya”. Kalimat inilah yang dibahas secara panjang lebar sekaligus merupakan salah satu kunci pemahaman ayat tersebut.

Menurut al-Qurthubi, Ulama besar Sa’id bin Jubair, Atha’ dan al-Auza’i berpendapat bahwa yang boleh diperlihatkan hanya wajah wanita, kedua telapak tangan dan busana yang dipakainya. Sedangkan sahabat Nabi, Ibnu ‘Abbas, Qatadah dan Miswar bin Makhzamah berpendapat bahwa yang boleh termasuk juga celak mata, gelang, setengah dari lengan yang dalam kebiasaan wanita Arab dihiasi atau diwarnai dengan pacar/kutek.

Syaikh Muhammad ‘Ali as-Sais, Guru Besar Universitas al-Azhar Mesir mengemukakan dalam tafsirnya bahwa pakar Hukum Islam Abu Yusuf bependapat bahwa kedua lengan wanita bukan aurat karena dia menilai bahwa mewajibkan untuk menutupnya akan menyulitkan wanita.

Pakar tafsir Ibnu ‘Athiyah menulis pendapatnya tentang tafsir atas ayat tersebut, beliau berkata : “Hemat saya, berdasarkan redaksi ayat ini wanita amat diperintahkan untuk berupaya keras menutup (segala sesuatu yang merupakan hiasan mereka) dan pengecualian itu kelihatannya hanya berkaitan dengan sesuatu yang bersifat kebutuhan mendesak dalam rangka mempemudah gerak dan dalam rangka perbaikan keadaan (dalam suasana kerja) dan sebagainya.

Kalau rumusan Ibnu ‘Athiyah tersebut diterima maka tentunya yang dikecualikan itu dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan mendesak yang dialami seseorang.

Al-Qurthubi berkomentar “Pendapat Ibnu ‘Athiyah ini baik, hanya saja karena wajah dan kedua telapak tangan sering (biasa) tampak, baik sehari-hari maupun dalam ibadah seperti ketika shalat dan haji maka sebaiknya redaksi pengecualian ‘kecuali yang tampak darinya’ dipahami sebagai kecuali wajah dan kedua telapak tangan yang biasa tampak itu”.

Demikian terlihat para pakar tafsir ini mengembalikan pengecualian tersebut pada kebiasaan yang berlaku. Dari sini, dalam al-Quran dan Terjemahnya susunan Tim Departemen Agama pengecualian itu diterjemahkan sebagai “kecuali yang (biasa) tampak darinya.

Mayoritas ulama tafsir memahami kebiasaan yang dimaksud adalah kebiasaan pada masa turunnya al-Qur’an seperti yang dikemukakan al-Qurthubi diatas. Namun ada juga ulama kontemporer yang mengaitkan kebiasaan itu dengan keadaan setiap masyarakat. Namun, hal itu dengan memperhatikan tujuan dari ditetapkannya petunjuk al-Qur’an menyangkut tata cara berpakaian.

Muhammad Thahir bin Asyur, seorang ulama besar dari Tunis yang diakui juga otoritasnya dalam bidang ilmu agama menulis dalam bukunya Maqashid asy-Syari’ah sebagai berikut : “Kami percaya bahwa adat kebiasaan suatu kaum tidak boleh-dalam kedudukanya sebagai adat- untuk dipaksakan terhadap kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat dipaksakan pula terhadap kaum itu.” Beliau kemudian memberikan beberapa contoh dari al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Contoh yang diangkatnya dari al-Qur’an adalah ayat 59 surah al-Ahzab yang memerintahkan kaum mukminat agar mengulurkan jilbabnya. Ibnu ‘Asyur menulis “Ini adalah ajaran agama yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab, sehingga bangsa-bangsa lain yang tidak menggunakan jilbab tidak memperoleh bagian (tidak berlaku bagi mereka) ketentuan agama ini.” Dalam kitab tafsirnya, dia menulis bahwa cara mereka memakai jilbab berbeda-berda sesuai dengan perbedaan wanita dan adat mereka. Akan tetapi tujuan perintah ini adalah seperti bunyi ayat itu, yakni agar mereka dapat dikenal (sebagai muslimah atau wanita yang baik) sehingga tidak diganggu.

Pendapat diatas jarang ditemui tertulis dalam kitab-kitab literatur agama, tetapi dalam praktik ia lebih banyak dijalankan oleh wanita-wanita Muslimah dibandingkan dengan pandangan yang mewajibkan menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Memang, kita boleh berkata bahwa yang menutup seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangannya berarti menjalankan bunyi teks ayat itu, bahkan mungkin berlebih. Namun, dalam saat yang sama kita tidak boleh berkata bahwa yang tidak memakai kerudung atau yang menampakkan lengannya, secara pasti telah melanggar petunjuk agama. Wallahu A’lam

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *