Bagaimana Hukum Rambut Rontok saat Perempuan Haid atau Nifas?
HIDAYATUNA.COM – Bolehkah perempuan haid dan nifas keramas? Bagaimana jika dia memiliki rambut rontok, apakah hukumnya haram ataukah makruh? Pertanyaan ini masih menjadi keraguan bagi sebagian besar kaum hawa lantaran ketidakpahamannya.
Ning Sheila Hasina, dari Pesantren Lirboyo menjawabnya dilansir dari kanal Youtube NUOnline, 21 Maret 2022 lalu. Ning Sheila mengatakan, dalam hukum fikih wanita, perempuan haid dan nifas dibolehkan untuk keramas.
“Kalau keramas saja maka diperbolehkan. Sebenarnya ini semua berawal daripada suatu maqola, salah satu pendapat mengatakan hadis dhaif sehingga tidak bisa dijadikan patokan hukum,” kata Ning Sheila dalam tayangan NUOnline itu.
Dalam maqola tersebut, lanjutnya, disebutkan bahwa ketika ada satu anggota tubuh dari satu orang yang berhadas besar ini terpisah sebelum dia mandi besar. Maka anggota tubuh itu nanti di hari kiamat akan kembali padanya dalam keadaan jinabat.
Hadis ini menurut Ning Sheila, tidak bisa mencetuskan hukum haram, melainkan hanya sebatas sunah bagi perempuan untuk tidak menghilangkan anggota tubuhnya dalam keadaan haid.
“Maksudnya adalah semisal potong kuku atau potong rambut, atau merontokkan rambut dengan cara bersisir. Kalau memang bersisir dia yakin akan merontokkan rambut, maka berarti kegiatan ini menyalahi kesunahan,” jelasnya.
Hukumnya paling tidak adalah makruh, tidak sampai haram. Oleh karena itu Ning Sheila mengingatkan para perempuan untuk tidak khawatir jika keramas dalam keadaan haid atau nifas karena para ulama membolehkan.
“Silakan keramas, semisal ingin tetap melakukan kesunahan maka ketika keramas jangan sampai melakukan gerakan-gerakan yang dapat merontokkan rambut. Kalau memang tidak bisa dihindari harus merontokkan rambut, ya, maka berarti tidak masalah. Dia berarti tidak melakukan kesunahan, atau mungkin hanya sebatas melakukan kemakruhan, tidak sampai melakukan yang haram,” tutur Ning Sheila.
Anjuran Mengumpulkan dan Memendam Rambut Rontok
Di kalangan wanita di berbagai daerah, kebimbangan semacam ini memang sudah menjamur. Apabila haid, Ning Sheila menyarankan untuk mengumpulkan rambut yang rontok.
Hal ini berdasarkan maqola di atas, yang mengatakan bahwa “rambut yang terpisah atau anggota tubuh yang terpisah saat haid atau orang yang junub, maka akan kembali pada orang tersebut dalam keadaan junub di hari kiamat.”
Dalam hukum fikih sendiri, anjuran agar mengumpulkan rambut rontok dan memendamnya ternyata bukan hanya pada saat haid saja. Syariat menganjurkan perempuan untuk mengumpulkan dan memendam rambut rontok sehingga tidak terlihat oleh orang-orang yang bukan mahramnya, baik dalam keadaan haid atau tidak haid/suci.
Lalu apakah sebelum dipendam atau setelah dipendam, harus diikutsertakan saat mandi besar? Ning Sheila mengatakan bahwa tidak ada keharusan untuk memandikan rambut rontok dalam keadaan berhadas tadi.
“Bahkan sunah pun tidak, yang harus dibasuh saat mandi besar adalah yang masih menempel di tubuh. Jadi kalau rambut rontok saat haid, tidak perlu kita bawa untuk mandi besar dan kita sucikan. Tidak perlu, cukup kita kubur agar tidak terlihat oleh lelaki yang bukan mahramnya,” pungkas Ning Sheila.