Bagaimana Hukum Puasa Wanita yang Haid di Pertengahan Siang?
HIDAYATUNA.COM – Ada banyak hal yang harus diketahui oleh kaum Hawa tentang seputar darah menstruasi (haid). Paling tidak, mereka harus aktif bertanya kepada orang yang dianggap kompeten dalam permasalahan darah yang satu ini, agar mereka tidak terjerumus dalam kesesatan.
Bukankah Islam sangat menganjurkan umatnya untuk bertanya apa saja yang tidak diketahuinya kepada ahlinya? Imam al-Zuhri pernah mengatakan li al-ilmi khazainu, taftahuha al-mas’alah (ilmu itu memiliki banyak simpanan, dan kuncinya adalah bertanya). Bahkan Alquran dalam surah al-Nahl ayat 43 secara tegas juga mengatakan:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Nahl:43)
Mengenai wanita haid, jelas haram baginya berpuasa apalagi di bulan Ramadhan. Untuk itulah, Syaikh Nawawi al-Bantani dalam Kasyifat al-Saja mengklasifikasikan empat jenis orang yang boleh tidak berpuasa dan kewajiban-kewajibannya.
واعلم أن الإفطار في رمضان أربعة أنواع: موجب للقضاء فقط، وهو الحائض والنفساء والفطر فيهما واجب، ويحرم عليهما الصوم ولا يصح منهما، ولا يسن لهما الإمساك إلا إذا انقطع الدم في أثناء يوم فيسن إمساك باقي ذلك اليوم. ومسافر سفرا طويلا مباحا، ومريض ونحو الحصادين ومثله المنقذ للغريق وحامل ومرضع إذا أفطرتا للخوف على أنفسهما ولو مع غيره ومغمي عليه وناسي النية ليلا والمتعدي بفطره بغير جماع. وموجب للفدية فقط، وهو شيخ كبير لا يطيق الصوم ومريض لا يرجي برؤه. وموجب للقضاء والفدية وهو الإفطار للخوف على غيره وحده كالإفطار لإنقاذ المشرف على الغريق، وكإفطار الحامل والمرضع خوفا على الولد، وإن كان ولد غير المرضع. وغير موجب لشيئ منهما وهو للمجنون غير المتعدي والصبي وللكافر الأصلي.
Adapun klasifikasi orang yang boleh tidak berpuasa Ramadhan berdasarkan pendapat Syaikh Nawawi al-Bantani di atas adalah sebagai berikut.
Wanita Haid atau Nifas
Pertama, wanita yang sedang menstruasi atau wanita yang sedang nifas. Mereka haram berpuasa, namun puasa-puasa yang ditinggalkannya selama haid dan nifas wajib diganti (qadha’).
Selama haid dan nifas, mereka tidak disunahkan menahan untuk tidak makan dan minum (imsak). Kecuali jika di pertengahan siang puasa, tiba-tiba darah haid dan nifas mereka berhenti (suci.
Dalam kondisi demikian, mereka disunnahkan untuk menahan makan dan minum sampai datang waktu berbuka (imsak).
Selanjutnya (orang yang hanya wajib qadha’ puasa) adalah orang yang bepergian jauh bukan untuk tujuan maksiat. Serta orang sakit, pemanen padi (pekerja berat), penyelamat orang yang tenggelam (Tim SAR).
Lalu, wanita hamil atau menyusui yang mengkhawatirkan kondisi fisiknya, orang pingsan, dan orang yang sengaja membatalkan puasa selain dengan bersetubuh.
Orang Tua
Kedua, orang yang telah lanjut usia dan tidak mampu berpuasa serta orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh. Dalam kondisi demikian, mereka hanya diwajibkan membayar fidyah (1 mud untuk setiap puasa yang ditinggalkan).
Wanita Hami dan Menyusui
Ketiga, orang yang tidak berpuasa karena menyelamatkan nyawa orang lain dan wanita hamil atau menyusui yang mengkhawatirkan kondisi janinnya. Selain wajib qadha’ puasa, mereka juga diwajibkan membayar fidyah.
Anak Kecil
Keempat, orang yang tidak berkewajiban qadha’ puasa dan fidyah yaitu orang gila yang tidak disengaja gilanya, anak kecil (belum baligh) dan non-muslim.
Perempuan yang Haid di Pertengahan Puasa Wajib Membatalkan
Sa’id bin Ali Wahaf al-Qahthani dalam kitabnya al-Shiyam fi al-Islam fi Dhau’ al-Kitab wa al-Sunnah pun menambahkan penjelasan untuk poin nomor satu. Yakni, wanita haid yang tiba-tiba darahnya berhenti di pertengahan puasa ialah sebagai berikut:
وإذا طهرت الحائض أو النفساء في أثناء نهار رمضان لم يصح صومها بقية اليوم لوجود ما ينافي الصيام في حقها في أول النهار. وعليها الإمساك بقية النهار في أصح قولي العلماء لزوال العذر الشرعي الذي أبيح لها الفطر من أجله.
“Ketika darah wanita haid atau nifas telah suci di pertengahan siang bulan Ramadhan, maka puasanya di sisa hari itu menjadi tidak sah karena adanya sesuatu (haid atau nifas) yang menyebabkan mereka tidak berkewajiban puasa sejak di permulaan hari. Meski demikian, mereka disunnahkan menahan diri untuk tidak makan dan minum (imsak) menurut pendapat yang paling sahih di antara dua pendapat ulama’. Sebab hilangnya uzur syar’i yang menyebabkan mereka boleh berbuka.” (Sa’id bin Ali Wahaf al-Qahthani, al-Shiyam fi al-Islam fi Dhau’ al-Kitab wa al-Sunnah, Riyadh: Maktabah al-Malik Fah al-Wathaniyyah, 1428 H, hlm. 114)
Adapun wanita yang tiba-tiba mengeluarkan darah haid di tengah-tengah hari di bulan ramadhan, maka puasanya menjadi batal. Menurut Syaikh Ali Jum’ah, ia wajib membatalkan puasanya meski hanya seteguk air.
Ia tidak diperkenankan meneruskan puasanya dengan alasan ingin beribadah kepada Allah, sebab beribadah kepada Allah tidak boleh dilakukan dengan sesuatu yang terlarang. Namun setelah itu, jika ia ingin imsak sampai waktu maghrib, maka diperbolehkan asal tidak diniati puasa.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa darah haid menjadi penyebab seorang wanita terlarang untuk menjalankan puasa. Bahkan jika tetap dipaksa untuk berpuasa maka puasanya menjadi haram. Namun jika ia ingin menahan diri untuk tidak makan dan minum (imsak), maka diperbolehkan, asal tidak diniati berpuasa.