Bagaimana Hukum Menikahi Wanita Hamil?
HIDAYATUNA.COM – Kasus kehamilan seorang wanita bisa terjadi oleh dua macam sebab. Pertama, hamil yang sah dan halal di luar zina, dalam arti hamilnya hasil hubungan suami istri yang sah dengan suami yang sah di bawah hukum pernikahan yang juga sah. Kedua, hamil yang tidak sah, karena dilakukan dengan cara melakukan zina yang diharamkan.
Hamil Bukan Karena Zina
Ada dua kemungkinan pernikahan bagi wanita yang sedang hamil, yaitu pernikahan wanita hamil yang halal dan yang haram.
- Pernikahan Wanita Hamil yang Halal
Wanita yang sedang hamil boleh saja dinikahi, asalkan yang menikahinya adalah laki-laki yang pernah menjadi suami dan ayah dari bayi yang dikandung. Kasus ini hanya terjadi manakala seorang suami menceraikan istrinya, lalu baru ketahuan ternyata istrinya hamil. Maka suaminya itu menikahi kembali mantan istrinya atau merujuknya. Inilah pernikahan wanita hamil yang hukum-nya halal.
- Pernikahan Wanita Hamil yang Haram
Pernikahan wanita hamil yang haram ada dua macam. Pertama, nikahnya dengan mantan suaminya, tetapi sewaktu diceraikan, suaminya menjatuhkan talak yang ketiga, yaitu talak bainunah kubra.
Kedua, nikahnya seorang wanita dalam keadaan hamil dengan laki-laki selain yang menjadi ayah dari bayinya. Kalau wanita itu masih bersuami, tentu hukum-nya haram menikahi wanita yang masih bersuami. Maka kasus ini hanya terjadi manakala suaminya yang sah menceraikannya atau meninggal dunia, sehingga wanita hamil ini menjadi janda.
Untuk itu maka sebagai janda tentu dia harus melewati masa iddah, yaitu hingga selesai melahirkan. Dalilnya adalah dalil haramnya menikahi wanita yang masih dalam masa iddahnya.
وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ
Artinya: “Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya.” (QS. Al-Baqarah : 235)
Hamil Karena Zina
Dalam hal ini ada dua kemungkinan kasus. Pertama, nikahnya wanita hamil hasil zina ini dengan laki-laki yang menzinainya. Kedua, nikahnya wanita hamil ini dengan laki-laki lain yang bukan ayah dari bayinya.
- Halal: Hanafiyah & Syafi’iyah
Sedangkan pendapat Mazhab Hanafiyah dan Syafi’iyah terbalik 180 derajat, yaitu mereka justru menghalalkan pernikahan tersebut, baik dilakukan oleh laki-laki yang menjadi ayah dari si bayi atau pun laki-laki lain yang bukan ayah si bayi.
Penting untuk dijadikan catatan, meski kedua mazhab ini membolehkan terjadinya akad nikah, namun kebolehannya berhenti hanya sampai pada akadnya saja. Sedangkan hubungan seksual suami istri hukum-nya haram dilakukan.
- Haram: Malikiyah & Hanabilah
Mazhab Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa menikahi wanita yang dalam keadaan hamil akibat berzina dengan laki-laki lain hukum-nya haram. Dan keharaman ini berlaku mutlak, baik kepada laki-laki yang menghamilinya, atau ayah si bayi, dan juga berlaku kepada laki-laki lain. Dasar keharamannya adalah dalil-dalil berikut ini:
لَا تُوطَأ امْرَأَةَ حَتَّى تَضَعَ
Artinya: Nabi SAW bersabda, “Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan.” (HR. Abu Daud).
عَنْ سَعِيْدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ رَجُلاً تَزَوَّجَ امْرَأَةً فَلَمَّا أَصَابَهَا وَجَدَهَا حُبْلَى فَرَفَعَ ذَلِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفَرَّقَ بَيْنَهُمَا
Artinya:“Dari Said bin Al-Musayyab bahwa seseorang telah menikah dengan seorang wanita, namun baru ketahuan wanita itu dalam keadaan hamil. Maka kasus itu diangkat ke hadapan Rasulullah SAw dan beliau memisahkan antara keduanya.” (HR. Said bin Manshur)
Sumber:
- Buku Halal Haram Menikahi Wanita Berzina & Hamil Karya Aini Aryani, Lc