Bagaimana Hukum Memperbaharui Nisan di Pemakaman Umum?

Pertanyaan: Bagaimana hukumnya memperbaharui nisan dalam tanah kuburan umum?

Jawaban:
Memperbarui nisan sebelum mayatnya rusak itu hukumnya boleh. Adapun masa rusaknya mayat hingga menjadi tanahm menurut para ahli; ada yang berpendapat 15 tahun, ada pula yang berpendapat 25 tahun, atau 70 tahun, perbedaan tersebut mengingat perbedaan iklim.
Dan boleh memperbarui sesudah masa rusaknya mayat apabila tidak menghalangi untuk dipergunakan penguburan mayat barum, tetapi apabila menghalangi maka hukumnya haram.

Berikut keteranagan dalam beberapa kitab:

  1. Nihayah al-Muhtaj
    وَيَسُنُّ أَنْ تَقِفَ جَمَاعَةً بَعْدَ دَفْنِهِ أَمَّا بَعْدَ الْبَلاءِ عِنْدَ مِنْ مَرٍّ أَيُّ مِنْ أهْلِ الْخِبْرَةِ فَلَا يَحْرُمْ النَّبْشُ بَلْ تَحْرُمُ إمَارَتَهُ وَتَسْوِيَةُ تُرَابٍ عَلَيه إِذَا كَانَ فِي مَقْبَرَةٍ مُسَبَّلَة لِاِمْتِناعِ النَّاسِ مِنَ الدَّفْنِ فِيه لِظَنَّهُمْ بِهِ عَدَمُ الْبَلَى
    Para jamaah (pengiring jenazah) disunatkan berdiri setelah jenazah dikubur. Adapun jenazah yang sudah hancur sesuai dengan perkiraan para ahli yang sudah berpengalaman tidak diharamkan untuk digali kembali, bahkan diharamkan membangun banguan dan meratakan (mengecor) tanah di atasnya jika berada di pemakaman umum, karena itu bisa menghalangi orang lain untuk menguburkan (jenazah lain), karena mereka menyangka (jenazah yang pertama) belum hancur.
  2. Fath al-Wahhab
    فِي مَسْأَلَةِ حُرْمَةِ النَّبْشِ قَبْلَ الْبَلَى أَمَّا بَعْدَ الْبَلَى فَلَا يُحَرِّمْ نَبَشَهُ أَيْ الْمَيِّتُ بَلْ تَحْرُمُ عِمَارَتَهُ وَتَسْوِيَةُ التُّرَابِ عَلَيه لئلا يَمْتَنِعَ النَّاسُ مِنَ الدَّفْنِ فِيه لِظُنَّ عَدَمُ الْبَلَى
    Tentang keharaman menggali kubut sebelum jenazah hancur. Sedangkan setelah hancur maka tidak haram digali kembali bahkan yang diharamkan adalah membangun bangunan, meratakan (mengecor) tanah di atasnya agar tidak mencegah orang lain menguburkan (jenazah lain) karena menyangka (jenazah yang semula) belum hancur.

Sumber:
• Syamsudin al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, (Mesir: Mathba’ah Mushthafa al-Halabi 1357/1958), Juz III h. 40
• Syaikh al-Islam Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahha, (Beirut: Maktabah Dar al-Fikr,1422 H/2002 M), juz 1, h. 118

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *