Bagaimana Hukum Bayi Tabung?
HIDAYATUN.COM, Jakarta – Istilah bayi tabung sudah familiar di kalangan masyarakat. Lalu bagaimana hukum bayi tabung dalam pandangan Islam?
Menurut pegiat fiqh wanita, Ning Imaz Fatimatuz Zahra mengatakan di dalam hukum fiqh, ada ketentuan yang harus dijalankan. Pertama, adanya ikatan pernikahan yang sah.
“Ini bisa diperbolehkan namun bisa juga diharamkan. Diperbolehkan dengan catatan jika nanti sperma yang dimasukkan ke dalam rahim perempuan itu berasal dari kedua orang yang memiliki ikatan pernikahan yang sah,” kata Ning Imaz dikutip dari video NU Online, (29/08/2022).
Ning Imaz menjelaskan bahwa di dalam proses bayi tabung, perlu adanya penggabungan antara sperma dan sel telur. Penggabungan dua hal tersebut harus melalui hubungan suami istri yang sah.
“Misalnya spermanya diambil dari suami sel telurnya dari istri sendiri, jadi bukan milik orang lain,” jelasnya.
Kalau misalnya salah satu sel telurnya milik orang lain, maka hal ini dianggap zina dan tidak diperbolehkan. Pasalanya hal itu tidak sesuai syariat dalam Alquran.
“Kemudian yang kedua hukumnya tidak diperbolehkan, jika cara mengeluarkan spermanya itu ghairu muhtarom,” ungkapnya.
Ghairu muhtarom sendiri merupakan cara yang tidak diperbolehkan atau yang tidak dihormati dalam syara’. Dalam arti, cara yang tidak pantas untuk dilakukan.
“Cara mengeluarkannya itu melalui mediasi yang diharamkan misalnya dengan mohon maaf, bukan melalui tangan dirinya sendiri, melainkan dengan bantuan orang lain yang tidak memiliki hukum suaminya,” ucap putri dari KH. Kholiq Ridlwan, PP Lirboyo Kediri ini.
Menurut Ning Imaz hal yang demikian ini tidak diperbolehkan. Jadi bagaimana bayi tabung yang diperbolehkan?
“Pertama adalah berasal dari sperma dan sel telur suami istri dan cara pengeluarannya itu harus harus Muhtarom yaitu cara yang memang tidak diharamkan oleh syariat,” tandasnya. []