Ashanty Kembali Berniat Angkat Seorang Anak, Inilah Hukum Angkat Anak dalam Islam
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Menaiki motor dan menerobos jalanan di kawasan kumuh penuh dengan sampah, artis dan penyanyi Ashanty mendatangi sebuah rumah yang diketahui merupakan kediaman dua bocah pemulung yang beberapa waktu lalu diketahui rela menunggu selama tiga hari untuk bertemu dengan istri dari Anang Hermansyah tersebut.
Melihat pengorbanan dari kedua bocah tersebut, Ashanty pun berbalik mengunjungi rumah mereka.
“Jadi mereka suatu hari, yang jaga rumah saya bilang ada 2 anak nyariin saya. Tapi udah 3 hari di depan rumah,” ujar Ashanty dikutip dari video yang diunggah melalui akun YouTube keluarganya The Hermansyah A6, Senin (6/7/20).
Ashanty yang pada saat itu diketahui tengah bekerja di luar rumah tidak bisa menemui kedua anak tersebut, namun dirinya menerima bunga yang dititipkan kedua anak tersebut untuk dirinya dari pekerja di rumahnya.
Ashanty pun menyampaikan keinginannya untuk mengangkat Aulia sebagai anak didik yang nantinya ia biayai untuk pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
“Saya nggak mau ngambil jadi milik saya gitu lho. Cuma mau angkat jadi anak angkat aja tapi ya mungkin sekolah dan lain-lain. Tapi kalo mau dimiliki seutuhnya kan masih punya orangtua,” ucapnya.
“Bunda pengen semua anak angkat Bunda itu masuk ke pesantren. Karena kalo diangkat terus ditaruh di rumah Bunda, Bunda takut tidak bisa ngedidik dengan baik,” tegasnya.
Aulia bukanlah satu-satunya anak yang diangkat oleh Ashanti, sebelumnya Ashanty diketahui juga telah mengangkat seorang anak laki-laki bernama Putra yang saat ini juga ia biayai untuk belajar di pesantren.
Lalu bagaimana pandangan islam terkait pengangkatan anak? Islam telah lama mengenal istilah tabbani, yang di era modern ini disebut adopsi. Rasulullah SAW bahkan mempraktikkannya langsung, yakni ketika mengangkat Zaid bin Haritshah sebagai anak nya.
Tabanni secara harfiah diartikan sebagai seseorang yang mengambil anak orang lain untuk diperlakukan seperti anak kandung sendiri. Hal ini itu dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah pendidikan, dan keperluan lainnya. Secara hukum anak itu bukanlah anaknya.
Biasanya adopsi dinilai sebagai perbuatan yang pantas dikerjakan oleh pasangan suami istri yang luas rezekinya, tapi belum dikaruniai anak. Maka itu, sangat baik jika mengambil anak orang lain yang kurang mampu atau yatim piatu agar mendapat kasih sayang ibu-bapak. Atau bisa juga untuk mendidik dan memberikan kesempatan belajar kepadanya anak-anak yang kurang beruntung.
Para ulama memandang, Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, ialah anak yang lahir dari perkawinan (pernikahan). Oleh karena itu ketika mengangkat (adopsi) anak, jangan sampai si anak putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya.
Hal tersebut sesuai dengan apa yang difirmankan Allah SWT yang salah satunya terdapat dalam surah Al Ahzab ayat 4 yang artinya:
“Dan, dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri); yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan, Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar.”
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Dan, Abu Zar RA sesungguhnya ia mendengar Rasulullah bersabda, “Tidak seorang pun mengakui (membangsakan diri) kepada bukan ayah yang sebenarnya, sedang ia tahu bahwa itu bukan ayahnya, melainkan ia telah kufur.”