Asal Mula Azan Sebagai Penanda Masuknya Waktu Salat
HIDAYATUNA.COM – Ketika awal perintah salat dilaksanakan dan umat muslim melakukan salat jemaah, belum ada suatu penanda masuknya waktu salat atau azan. Terlebih karena memang belum diperlukan dan dibutuhkan karena pemeluk Islam masih sedikit dan tinggal berdekatan.
Begitu memasuki waktu salat, umat muslim saling mengerti dan tanpa ada aba-ada langsung melakukan salat tanpa diingatkan azan. Seiring berjalannya waktu, ketika pemeluk Islam bertambah banyak serta jarak rumah umat dengan masjid cukup jauh, maka dirasa perlu adanya sebuah penanda.
Benar saja, pada suatu ketika kaum muslimin berkumpul sembari menunggu waktu salat tidak seorang pun yang bisa memberitahukan bahwa telah masuk waktu salat apalagi dengan azan. Terutama kepada mereka yang memiliki tempat tinggal yang jauh atau sedang melakukan aktivitas. Maka kemudian dipikirkanlah untuk menentukan bentuk penada masuknya waktu salat.
Ada yang mengusulkan menggunakann lonceng, namun menyerupai umat Nasrani dan urung digunakan. Ada juga yang mengusulkan dengan menyalakan api, namum juga menyerupai kaum majusi, jelas tidak mungkin. Bahkan ada juga yang mengusulkan mengibarkan bendera, terompet dan lain sebagianya tapi semua itu juga dianggap kurang tepat.
Berbagai usulan diutarakan dan belum juga ada yang sesuai. Baru kemudian datang Abdullah bin Zaid kepada Nabi Muhammad menceritakan perihal mimpinya. Abdullah bin Zaid bermimpi didatangi seseorang berjubah hijau dengan membawa lonceng, ia menyangka bahwa lonceng yang tepat sebagai penanda waktu salat.
Dihampirilah orang dalam mimpinya itu untuk menanyakan apakah lonceng yang dibawa orang tersebut boleh diminta atau dibeli. Ternyata orang tersebut justru menolak dan malah menyampaikan jika dia akan mengajarkan lafal sebagai penanda waktu salat.
Orang yang Pertama Melafalkan Azan
Diajarilah Abdullah Bin Zaid oleh orang tersebut lafal azan sebagai berikut:
(٢x) اَللهُ اَكْبَرُ،اَللهُ اَكْبَرُ
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (2x)
(٢x) أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلٰهَ إِلَّااللهُ
Asyhadu allaa illaaha illallaah. (2x)
(٢x) اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah. (2x)
(٢x) حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ
Hayya ‘alashshalaah (2x)
(٢x) حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
Hayya ‘alalfalaah. (2x)
(١x) اَللهُ اَكْبَرُ ،اَللهُ اَكْبَرُ
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x)
(١x) لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ
Laa ilaaha illallaah (1x)
Artinya :
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
Aku bersaksi bahwa nabi Muhammad itu adalah utusan Allah
Marilah Salat
Marilah menuju kepada kejayaan
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Tiada Tuhan selain Allah
Dalam riwayat lain juga diceritakan bahwa sahabat Umar bin Khattab juga bermimpi kurang lebih sama dan menyampaikannya keda Nabi Muhammad. Diceritakan juga bahwa yang bermimpi demikian bukan hanya Abdullah bin Zaid dan Umar saja, akan tetapi sahabat-sahabat lainnya juga bermimpi.
Setelah mendengarkan apa yang diutarakan oleh Abdullah bin Zaid an Umar bin Khattab, Nabi Muhammad memerintahkan kepada Abdullah bin Zaid untuk mengajari Bilal bin Rabbah melafalkan azan.
Bilal bin Rabbah diperintahkan untuk mengumandangkan Azan karena memang memiliki pelafalan yang jelas dan keras suaranya. Sejak itulah Azan dikumandangkan oleh Bilal bin Rabbah, tepatnya pada tahun pertama hijriyah.
Hukum Azan adalah sunah kifayah yaitu dianjurkan untuk dilakukan tetapi tidak wajib. Nabi Muhammad hanya pernah sekali mengumandangkan azan yaitu ketika dalam sebuah perjalanan. Hal itu sebagaimana disampaikan oleh Syekh Abddullah As-Syarqawi.