Asal Muasal Berdirinya Kesultanan Buton

Membincang Konsep Mabadi Khaira Ummah (Ilustrasi/Hidayatuna)
HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani merupakan ulama besar asal Johor yang berjasa dalam mengislamkan Raja Halu Oleo.
Setelah masuk Islam, Raja Halu Oleo langsung dinobatkan menjadi Sultan Buton oleh Syeikh Abdul Wahid pada tahun 948 H/1538 M.
Dalam buku “Mengenal Kerajaan-Kerajaan di Nusantara” dijelaskan bahwa Kesultanan Buton adalah sebuah kesultanan yang terletak di Pulau Buton.
Tepatnya sebelah tenggara dari Pulau Sulawesi.
Nama Pulau Buton sendiri sudah dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit. Patih Gajah Mada sempat menyebut nama Pulau Buton dalam Sumpah Palapa.
Begitupun dengan Mpu Prapanca juga pernah menyebut nama Pulau Buton di dalam buku Negara Kartagama nya.
Kesultanan Buton dikenal dalam sejarah sebagai sebuah kerajaan Islam.
Meskipun masih ada pertentangan asal-muasal masuknya agama Islam di Buton.
Sebagian orang mempunyai pendapat yang menyebut bahwa Islam datang di Buton berasal dari Johor.
Sebagian berpendapat Islam datang di Buton berasal dari Ternate.
Kerajaan Buton sendiri secara resmi menjadi sebuah kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja Buton ke-6. Yakni Timbang Timbangan atau Lakilapotan yang lebih dikenal sebagai Halu Oleo.
Setelah Kerajaan Halu Oleo berubah menjadi Kesultanan, Sultan Halu Oleo menjadi Sultan Kerajaan Islam Buton yang pertama.
Saat itu sang raja bergelar Sultan atau Ulil Amri dan menggunakan gelar yang khusus, yaitu Sultan Qaimuddin.
Lalu bagaimana awal mula Raja Halu Oleo memeluk Islam? Di jelaskan dalam buku tersebut bahwa sebelum sampai di Buton, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani tinggal Adonara (Nusa Tenggara Timur).
Kemudian dalam perjalanan pulang ke Johor, singgah di Pulau Batu Gatas yang termasuk dalam wilayah kekuasaan Buton.
Di Pulau Batu Gatas, Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani bertemu Imam Pasai yang kemudian menganjurkan Syeikh Abdul Wahid bin Syarif Sulaiman al-Fathani untuk pergi ke Pulau Buton.
Syeikh Abdul Wahid menyambut baik anjuran itu dan kemudian berhasil membuat Raja Buton menjadi pemeluk agama Islam.
Saat ini, peninggalan Kesultanan Buton masih dapat dijumpai, antara lain; peninggalan berupa istana sultan, dua buah masjid tua, pusat kerajaan yang konon didirikan oleh Syeikh Abdul Wahid, serta benteng yang mengelilingi pusat pemerintahan.
Selain itu ada pula peninggalan berupa sebuah batu yang diyakini sebagai tempat yang digunakan oleh Syeikh Abdul Wahid untuk menyepi pada akhir keberadaannya di Buton. Batu tersebut kini dikenal dengan nama Batupoaro. []