Apapun Masalahnya, Kekerasan Bukan Solusinya

 Apapun Masalahnya, Kekerasan Bukan Solusinya

PBB Mengutuk Peningkatan Kekerasan Seksual di Sudan (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Belakangan ini banyak sekali fenomena kekerasan seksual yang mencuat ke publik bahkan tidak sedikit yang mengalami kekerasan fisik yang begitu parah.

Beberapa waktu lalu saya dihadapkan dengan sebuah video berdurasi singkat yang memperlihatkan seorang petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) yang melakukan penganiayaan seperti memukul, menjambak dan menyakiti pacarnya yang juga petugas PPSU.

Bahkan menabrakan motor yang terparkir di dekatnya kepada si perempuan. Menurut saya, dan mungkin juga lainnya akan menilai penganiayaan yang dilakukan sangatlah sadis dan begitu kelewatan.

Apalagi statusnya hanya pacar, hingga setega itu berbuat sedemikian sadisnya. Status pacar saja begitu, apalagi kehidupan saat mengarungi bahtera rumah tangga, yang hidup seatap, menyatukan dua kepala yang memiliki karakteristik, sikap dan pandangan berbeda, belum lagi diterpa permasalahan-permasalahan lain baik problem ekonomi, sosial atau pun lainnya.

Apapun masalahnya, kekerasan tetap bukan solusinya. Kekerasan tidak dibenarkan mau dengan dalih apapun baik secara hukum maupun agama, kesemuanya tidak membenarkan kekerasan.

Jika pun mau ditinjau secara hukum, tentu saja kekerasan mendapat tempat sebagai tindakan pidana yang berpotensi merugikan orang lain, dan konsekuensi yang akan diterima adalah hukuman karena telah menyakiti.

Dari prespektif Islam misalnya, tidak juga membenarkan kekerasan atas nama apapun, termasuk dalam menjalin hubungan dan merajut cinta.

Jangankan menyakiti, ngomongin orang aja tidak boleh, bahkan Alquran menyamakannya dengan memakan daging saudaranya sendiri, dan mungkin akan banyak ditemukan dalil-dalil lain yang sangat mengindahkan dan menghormati orang lain.

Memang, terdapat sebuah hadis Nabi Muhammad yang memiliki redaksi begini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Tirmidzi dan Ibn Majah,

“Jika aku boleh menyuruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, tentu aku akan menyuruh seorang istri untuk sujud kepada suaminya.”

Jika dilihat secara sepintas, bunyi hadis tersebut hendak menunjukkan posisi suami atas istri. Namun tetap saja, harus dipahami ketaatan seperti apa yang harus diikuti dan terdapat pakem-pakem tertentu yang tidak mengabaikan hak keduanya.

Itupun berlaku dengan status suami, sekali lagi suami, seseorang yang secara negara dan agama telah sah dan bersifat legal karena telah memenuhi berbagai macam persyaratannya.

Nah ini, statusnya masih pacar, sudah berlaku demikian. Bagaimana nanti? Semoga saja ini hanya terjadi dalam pikiran dan menjadi kekhawatiran saya, bukan untuk terjadi di masa nanti.

Namun sangat disayangkan, saat videonya viral menurut berita yang beredar, ternyata kasus tersebut telah berakhir damai secara kekeluargaan dan korban memutuskan untuk tidak membuat laporan kepada polisi dengan alasan karena masih cinta. Sementara motif si cowok melakukan penganiayaan tersebut karena alasan cemburu.

Saya sangat menyayangkan hal tersebut mengapa berakhir damai. Padahal penganiayaan yang dilakukan terlampau parah dan tidak bisa ditolerir.

Saya tidak hendak mencari keributan karena menolak perdamaian yang dilakukan. Bukan, sama sekali tidak.

Justru saya merasa sangat kasihan pada korban karena telah mengalami kekerasan fisik yang teramat parah dan terjangkit hubungan yang tidak sehat (toxic relationship) yang berpotensi  menyakiti dirinya.

Untung saja pemerintah DKI Jakarta mengambil sikap tegas atas peristiwa ini. Lalu memecat pelaku kekerasan secara langsung dan kemudian untuk diserahkan kepada pihak berwajib.

Karena menurutnya tidak ada ruang kekerasan dan pelecehan di seluruh lingkungan kerja Pemprov DKI Jakarta. Semoga saja di akhir nanti pelaku kekerasan tadi tidak divonis sebagai ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) yang kemudian dilepaskan sebagaimana kasus yang sudah-sudah setelah melakukan tindak pidana kekerasan lalu ditangkap polisi dan akhirnya dilepaskan kembali karena alasan ODGJ. Semoga.

Paling tidak yang menjadi titik tekan adalah kekerasan atas nama apapun tidak dapat dibenarkan, kalau pun anda menemukan fenomena serupa di kemudian hari, upayakan cegah langsung bersama-sama.

Kalaupun tidak bisa, atau jika dirasa tidak memungkinkan untuk melakukannya karena khawatir keselamatan dan takut memperkeruh keadaan, alangkah baiknya bila difoto maupun direkan dan laporkan pada yang berwenang.

Harapan tidak terjadi lagi, kekerasan demi kekerasan yang bermunculan, walaupun tetap ada, setidaknya bisa meminimalisir terjadinya kekerasan di masa mendatang. Bukankah hidup damai tanpa kekerasan adalah hidup yang diidam-idamkan?

Semoga kita terhindar dari hubungan toxic, dan terhindar dari ragam rupa kekerasan, amin. Wallahu a’lam bi al-Shawab.

Ali Yazid Hamdani

https://hidayatuna.com/

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *