Apakah Sah Bersuci (Beristinja) Menggunakan Tisu?
Sebagian Muslimin masih merasa bingung ketika mereka hanya mendapati tisu di dalam toilet dan mereka tidak melihat saluran air bersih untuk bersuci. Hal ini karena mereka terbiasa menggunakan air saat beristinja (membersihkan diri setelah buang air). Mereka menganggap bahwa menggunakan tisu tidak cukup untuk beristinja dan membersihkan najis.
Benarkah anggapan ini?
Sesungguhnya syariah menganjurkan umatnya untuk membersihkan qubul (kemaluan bagian depan tempat keluar air seni) atau dubur (anur, lubang pada ujung bawah usus, tempat keluar kotoran) mereka setelah buang air kecil ataupun besar dengan benda yang dapat menghilangkan najis tersebut dan tidak diharuskan menggunakan air. Kecuali jika najis tersebut mengenai bagian tubuh lainnya, seperti seseorang yang terkena diare saat buang air besar, yang kemungkinan kotorannya mengenai anggota tubuh lain. Dalam kondisi seperti ini, menggunakan air sangat dianjurkan. Saat beristinja, seorang Muslim dapat menggunakan air, batu, kain, tisu, atau benda lainnya.
Syarat beristinja dengan batu:
Pertama, Membersihkan tempat najis sampai najis tersebut tidak bersisa.
Kedua, Jumlah batu minimal tiga buah, sebagaimana diriwayatkan bahwasannya Rasulullah saw. bersabda:
مَنِ اسْتَجْمَرَ فَلْيُوْتِرْ
Artinya: “Siapa saja yang ber-istijmar (beristinja menggunakan batu) hendaklah dengan angka ganjil. “ (HR. Al-Bukhari)
Berdasarkan hadis tersebut maka disimpulkan tisu dapat digunakan sebagai media pengganti batu dalam beristinja. Dalam ber-istijmar tidak dibolehkan menggunakan kotoran binatang yang kering, tulang, atau sesuatu dimuliakan, sperti makanan atau lembaran buku, atau yang serupa itu.
Kesimpulannya:
Pertama, Allah swt. Mewajibkan umatnya untuk membersihkan diri setelah buang air baik dengan cara beristinja menggunakan air atau beristijmar (bersuci menggunakan batu, tisu, dan lainnya)
Kedua, Bersuci menggunakan air lebih diutamakan karena lebih mudah dan hasilnya lebih bersih
Ketiga, Dibenarkan ber-istijmar menggunakan tisu dengan ketentuan:
⦁ Tempat najis harus bersih yang ditandai dengan tidak adanya bekas najis pada usapan terakhir
⦁ Jumlah tisu tidak kurang dari tiga helai. Setiap helai terdiri atas tiga usapan dengan tiap sisi usapan berbeda
⦁ Tidak menggunakan sesuatu yang dihargai seperti makanan, lembaran buku, atau majalah, dan yang serupa itu.
Keempat, Diharuskan menggunakan air jika najis tersebut menyebar hingga mengenai bagian tubuh lainnya, misalnya orang yang terserang penyakit diare.
Sumber: Fiqih Modern Praktis 101 Panduan Hidup Muslim Sehari-Hari Karya Dr. Fahad Salim Bahammam.