Apakah lomba berhadiah termasuk judi?

 Apakah lomba berhadiah termasuk judi?

Sudah banyak kita jumpai perlombaan kerap menjadi sarana memeriahkan sebuah peringatan atau momen tertentu. Lomba yang biasanya dibuka secara umum itu kadang menyertakan syarat biaya pendaftaran. Uang pendaftaran dihimpun untuk mengongkosi hadiah para pemenang.

Banyak orang yang mengaggap praktik tersebut mirip dengan aktivitas perjudian. Dalam perjudian, sejumlah orang mengumpulkan uang lalu di akhir salah satu (kadang lebih) peserta pengumpul uang akan mendapatkan uang tersebut dalam jumlah yang banyak melalui undian atau permainan tertentu. Artinya, pengumpul uang adalah pihak yang sedang bertaruh. Ketika ia kalah, uang yang ia taruhkan diberikan kepada pemenang.

Perlombaan untuk mendapatkan sebuah hadiah yang ditawarkan hukumnya boleh. Asalkan hadiah yang ditawarkan berasal dari satu pihak, misalnya panitia penyelenggara. Di mana dananya bukan berasal dari ‘uang saweran’ dari para peserta lomba.

Apabila dana untuk hadiah diambilkan dari pungutan uang pendaftaran, ini yang kita sebut ‘uang saweran’, maka hukumnya tidak berbeda dengan hukum judi. Sebab di dalam sebuah perjudian, para peserta memang mengeluarkan uang untuk ‘memasang’ atau untuk taruhan. Lalu permainan judi akan menetapkan bahwa pemenangnya berhak atas uang taruhan itu.

Hukum asal perlombaan adalah dibolehkan. Hal ini dibuktikan dalam beberapa hadits dan juga klaim ijma’ (kesepakatan para ulama). Apalagi jika lomba tersebut sebagai persiapan untuk jihad seperti lomba memanah atau pacuan kuda, para ulama sepakat akan sunnahnya, bahkan hal ini adalah ijma’ (kesepakatan) mereka. Bahkan kadangkala hukum melakukan lomba memanah dan pacuan kuda bisa jadi wajib (fardhu kifayah) di kala diwajibkannya jihad.

Mengenai persiapan jihad, Allah Ta’ala berfirman:

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ

Artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat” (QS. Al Anfal: 60).

Forum Muktamar NU mendasarkan hukum menggunakan uang pendaftaran peserta lomba pada sejumlah rujukan:

  • Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib

وَإِنْ أَخْرَجَاهُ أَيِ الْعِوَضَ الْمُتَسَابِقَانِ مَعًا لَمْ يَجُزْ … وَهُوَ أَيِ الْقِمَارُ الْمُحَرَّمُ كُلُّ لَعْبٍ تَرَدَّدَ بَيْنَ غَنَمٍ وَغَرَم

Artinya: “Dan jika kedua pihak yang berlomba mengeluarkan hadiah secara bersama, maka lomba itu tidak boleh … dan hal itu, maksudnya judi yang diharamkan adalah semua permainan yang masih simpangsiur antara untung dan ruginya.”

وَيَجُوْزُ شَرْطُ الْعِوَضِ مِنْ غَيْرِ الْمُتَسَابِقَيْنِ مِنَ اْلإِمَامِ أَوِ اْلأَجْنَبِيِّ كَأَنْ يَقُوْلَ اْلإِمَامُ مَنْ سَبَقَ مِنْكُمَا فَلَهُ عَلَيَّ كَذَا مِنْ مَالِيْ، أَوْ فَلَهُ فِيْ بَيْتِ الْمَالِ كَذَا، وَكَأَنْ يَقُوْلَ اْلأَجْنَبِيُّ: مَنْ سَبَقَ مِنْكُمَا فَلَهُ عَلَيَّ كَذَا، لأَنَّهُ بَذْلُ مَالٍ فِيْ طَاعَةٍ

Artinya: “Dan boleh menjanjikan hadiah dari selain kedua peserta lomba balap hewan, seperti penguasa atau pihak lain. Seperti penguasa berkata: “Siapa yang menang dari kalian berdua, maka aku akan memberi sekian dari hartaku, atau ia memperoleh sekian jumlah dari bait al-mal.” Dan seperti pihak lain itu berkata: “Siapa yang menang dari kalian berdua, maka ia berhak mendapat sekian harta dariku.” Karena pernyataan itu merupakan penyerahan harta dalam ketaatan.”

Ulama fiqih juga berdalil atas bolehnya lomba dengan mendapat hadiah jika  hadiahnya ditetapkan oleh selain peserta seperti oleh Panitia Penyelenggara– dan itu tanpa adanya perselisihan — dari salah satu peserta. Apabila hadiahnya berasal dari salah satu peserta maka hukumnya boleh menurut mayoritas (jumhur) ulama fikih.

Sumber:

  • Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib Karya Ibrahim al-Bajuri

Redaksi

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *