Antara Allah, Akal, dan Nafsu: Kisah tentang Kewajiban Berpuasa

 Antara Allah, Akal, dan Nafsu: Kisah tentang Kewajiban Berpuasa

Stadion West Bromwich Albion Gelar Buka Puasa Bersama (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dinantikan oleh umat muslim di seluruh dunia. Ada yang menantikan Bulan Ramadhan karena pada bulan suci tersebut, segala perbuatan dihitung menjadi ibadah.

Namun ada juga yang menanti kedatangan Ramadhan atau posonan karena euforianya.

Euforia Ramadhan seperti malam hari menjadi lebih ramai karena banyak suara tadarus di mic masjid atau musala, ada pesantren kilat, banyak suara petasan walaupun sudah bolak-balik dilarang oleh polisi, banyak yang menjual jajanan pinggir jalan atau takjilan di sore hari menjelang buka puasa, banyak undangan buka puasa bersama walaupun tidak berpuasa saat itu, dan masih banyak euforia lainnya yang pasti dirindukan oleh hampir semua orang.

Terlepas dari euforia Ramadhan, hal utama yang wajib sekali dikerjakan pada bulan Ramadhan yakni berpuasa selama 30 hari dari mulai terbit fajar hingga tenggelamnya matahari.

Semua orang Islam yang berakal, sudah baligh, dan mampu melaksanakan puasa, maka wajib berpuasa.

Oleh sebab itu, jika ada seseorang yang tidak berpuasa karena haid, melahirkan, nifas, menyusui, sakit, dalam perjalanan jauh, serta dalam keadaan uzur lainnya boleh tidak berpuasa, namun wajib menggantinya di lain hari di luar Bulan Ramadhan.

Kewajiban Berpuasa di Bulan Ramadhan

Allah Swt. berfiman dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 183)

Melalui ayat tersebut, Allah Swt. memerintahkan orang-orang mukmin untuk berpuasa, yakni menahan nafsu.

Lebih spesifiknya adalah menahan diri dari makan, minum serta berhubungan badan terhitung sejak keluarnya fajar hingga terbenamnya matahari. Hal tersebut semuanya dilakukan dengan niat yang ikhlas.

Dari ayat tersebut, maka dapat diketahui bahwa puasa sudah diwajibkan dari zaman sebelum umat Nabi Muhammad saw.

Umat-umat terdahulu sudah melaksanakan puasa. Selain karena aturan Allah, di dalam berpuasa juga terkandung banyak manfaat, seperti membersihkan dan menyucikan jiwa, mengeluarkan toxic dari dalam tubuh, serta menghilangkan akhlak-akhlak yang buruk.

Dalam Kitab Fathul Qorib al-Mujib fii Syarhi al-Fazhi at-Takrib karya Ibnu Qosim al-Ghozzi, Rasulullah saw. bersabda dalam sebuah hadis,

“Berpuasalah engkau ketika melihat hilal tanggal 1 pada Bulan Ramadhan, dan berbukalah engkau atau berhari rayalah engkau ketika melihat hilal pada tanggal 1 Syawal.”

Kisah Awal Diwajibkannya Puasa bagi Manusia

Bagaimana kisah awal mula manusia diwajibkan berpuasa?

Dikisahkan dalam Kitab Durrotun Nashihin karya Syekh Usman bin Hasan bin Ahmad As-Sykir bahwa Allah menciptakan akal dan nafsu.

Jadi, jauh sebelum akal dan nafsu dijadikan sebagai sifat manusia, Allah memanggil “akal” dan “nafsu” untuk menghadap-Nya.

Allah berfirman, “Yaa, ‘aql. Man anta wa man ana? Wahai, akal. Siapa kamu dan siapa Saya?”

Akal menjawab, “Saya adalah hamba yang lemah, dan Engkau adalah Tuhanku”, jawab akal.

Selanjutnya, nafsu ditanya oleh Allah, “Wahai, nafsu. Siapa kamu dan siapa Saya?”

Nafsu menjawab, “Saya ya saya, Engkau ya Engkau”

Setelah nafsu menjawab demikian, lalu Allah memasukkan nafsu ke dalam neraka selama 1000 tahun, lalu diangkat lagi dari neraka setelah melewati 1000 tahun.

Nafsu kembali ditanya oleh Allah, “Wahai, nafsu. Siapa kamu dan siapa Saya?”

Nafsu menjawab lagi, “Saya ya saya, Engkau ya Engkau”

Setelah nafsu menjawab sama, lalu Allah memasukkan nafsu ke dalam neraka lagi selama 1000 tahun. Selesai 1000 tahun yang kedua, lalu diangkat lagi dari neraka.

Allah bertanya lagi kepada nafsu, “Wahai, nafsu. Siapa kamu dan siapa Saya?”

Nafsu tetap menjawab dengan jawaban yang sama, “Saya ya saya, Engkau ya Engkau.”

Baru setelah 1000 tahun ketiga, nafsu menjawab, “Saya adalah hamba yang lemah dan Engkau adalah Tuhanku”.

Oleh sebab itu, Allah menciptakan akal dan nafsu untuk menguji hamba-Nya. Begitu pun dengan kewajiban berpuasa. Puasa diwajibkan atas manusia agar manusia dapat mengontrol nafsunya.

Malaikat, tumbuhan, hewan tidak diwajibkan berpuasa. Sementara itu, manusia wajib berpuasa karena ia memiliki akal dan nafsu yang melekat dalam dirinya. []

Toifah Faqoth

Penulis yang biasa disapa Toifah, dari Yayasan Mata Air Hikmah Yogyakarta. Dapat dihubungi melalui sosial media Instagram: @toifah.faqoth atau Facebook toifah faqoth.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *