Andai Indonesia Tak Dijajah, Pendidikan Nasional Mengikuti Jalur Pesantren

 Andai Indonesia Tak Dijajah, Pendidikan Nasional Mengikuti Jalur Pesantren

Potret Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Andai Indonesia tidak dijajah, maka sistem pendidikan nasional akan mengikuti jalur pesantren. Hal ini sebagaimana dikutip Cendekiawan muslim berpengaruh di Indonesia, Moh Slamet Untung.

Ia mengungkapkan itu dalam kajiannya tentang Kebijakan Penguasa Kolonial Belanda Terhadap Pendidikan Pesantren.

“Menurut Nurcholish Madjid, seandainya negeri kita tidak mengalami penjajahan. Mungkin pertumbuhan sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren,” ungkap Slamet dikutip Jumat (19/3/2021).

Di mana gambaran konkret sistem pendidikan pesantren dalam masyarakat Indonesia yang tidak dijajah dapat dibuat. Dengan menganalogikan sebuah pesantren di Indonesia (Tebuireng misalnya) dengan sebuah kelanjutan “pesantren” di Amerika. Yaitu “pesantren” yang didirikan oleh pendeta Harvard di dekat Boston misalnya.

Tebuireng menghasilkan apa yang bisa dilihat oleh rakyat Indonesia sekarang ini. “Pesantren”-nya pendeta Harvard itu telah tumbuh menjadi sebuah universitas yang paling “prestigious” di Amerika. Hampir secara pasti menjadi pelopor dalam pengembangan ilmu pengetahuan modern dan gagasan-gagasan mutakhir.

“Tetapi di Indonesia, peranan “Harvard” itu tidak dimainkan oleh Tebuireng dan lainnya, melainkan oleh suatu perguruan tinggi “umum”. Sedikit banyak merupakan kelanjutan lembaga pendidikan masa penjajahan, seperti Universitas Indonesia,” sambungnya.

Slamet menjelaskan bahwa pesantren sepanjang perjalanan sejarah yang pernah dilaluinya mampu hidup menyatu dengan masyarakatnya. Bahkan pesantren menjadi rujukan masyarakat di bidang moral.

Menurut Bruinessen tradisi pesantren di Jawa merupakan salah satu great tradition di Indonesia dalam mentransmisikan Islam tradisional. Sebagaimana yang tertuang di dalam kitab-kitab klasik yang disebut kitab kuning, yang ditulis berabad-abad yang lalu.

Bukti-bukti sejarah sosialisasi Islam di Nusantara memperlihatkan bahwa pesantren senantiasa memilih posisi sejarah yang tidak pernah netral. Sejak abad ke-16, pesantren telah menjadi dinamisator dalam setiap proses sejarah dan perjuangan bangsa.

“Bahkan Benda sampai pada kesimpulan bahwa sejarah Islam Indonesia adalah sejarah perluasan peradaban santri. Dan pengaruhnya terhadap kehidupan agama, sosial, dan politik di Indonesia,” tandasnya.

Romandhon MK

Peminat Sejarah Pengelola @podcasttanyasejarah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *