Anak Kecil Masuk Ke Mukena Ibu, Sahkah Shalatnya ?
HIDAYATUNA.COM – Salah satu hal yang menyebabkan batalnya shalat adalah terbukanya aurat, kecuali saat terbuka ia langsung menutupnya kembali, maka shalatnya tetap sah .
Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Muhazzab karya Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi :
وَإِنْ كَشَفَت الرَّيْح الثَّوَب عَنِ العَوْرَة ثُمَّ رَدّه لَمْ تبْطل صَلَاته
“Jika bajunya diterpa angin hingga terbuka auratnya, kemudian langsung dia tutup kembali, maka shalatnya tiak batal.”
Syekh Abu Bakar bin Muhammad Taqiyuddin dalam kitab Kifayatul Akhyar juga menjelaskan hal yang serupa :
وإن كشفها الريح فاستتر في الحال فلا تبطل وكذا لو انحل الإزار أو تكة اللباس فأعاده عن قرب فلا تبطل
“apabila terbuka oleh angin, kemudian langsung ditutupi seketika, maka tidak batal. Demikian juga apabila sarung atau baju terbelit dan menyingkap kemudian segera ditutup kembali, maka tidak batal.”
Namun sering terjadi, saat seorang ibu sedang shalat lalu tiba-tiba anaknya membuka mukenanya sang ibu dan masuk kedalamnya.
Lantas bagaimana hukum shalat ibu yang mukenanya dibuka oleh anaknya seperti kasus diatas ? apakah dihukumi batal dan wajib mengulang shalatnya ?
Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah harus di-tafsil (diperinci) : Apabila yang membuka mukena adalah anak kecil belum tamyiz (belum bisa membedakan yang baik dan buruk) maka shalatnya tidak batal, begitu juga sebaliknya.
Keterangan ini terdapat dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, karya Sayed Abdurrahman bin Muhammad bin Husein :
فَائِدَةٌ : لَوْ گشَفَتِ الِّريْځ عَوْرَتُهُ فَسَتَرَهَا حَالًا لَمْ يَضُرَّ گمَا لَوْگشَفَهَا نَحْوُ آدَمِيِّ قَالَهُ الشَيخْ إِبْراهِيْم اَلْبَجُورِي والشَيخْ َبُرْهَانْ اَلهَلَبِي والشَيخْ َأَحْمَدْ بنْ قَاسِمْ العُبَيْدِي وَقَيَّدَهُ سم بِغَيْرِ المُمَيِّزِ
Artinya : “Andaikan ada angin membuka aurat orang yang shalat, kemudian ia menutupnya kembali seketika, maka tidak berbahaya (tidak batal sholanya), begitupula jika aurotnya dibuka oleh manusia. Pendapat tersebut diutarakan oleh Syaikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syaikh Burhan Al-Halabi dan Syaikh Ahmad bin Qosim Al- ‘Ubadi membatasinya dengan anak yang belum tamyiz.”