Alquran dan Sejarah serta Manifestasi Bentuk Tulisannya
HIDAYATUNA.COM – Mushaf Alquran sebagai sebuah kitab yang mendarah-daging bagi umat Islam sebagai pedoman dan rambu-rambu kehidupan. Kitab suci yang berisi himpunan kalam Sang pencipta ini dalam sejarah diturunkan secara bertahap dan berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad Saw sebagai mukjizat dari-Nya.
Mushaf Alquran yang berada di tangan kita saat ini, sejatinya telah melalui proses yang begitu panjang dan lama. Bahkan memakan waktu lebih dari 1400 tahun lamanya dengan latar belakang sejarah yang sangat menarik dan perlu diketahui.
Selain itu, kemurnian dan keautentikkannya senantiasa tetap terjaga dan terpelihara sepanjang masa. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT. dalam Alquran :
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّكۡرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰـفِظُوۡنَ
Innaa Nahnu nazalnaz Zikra wa Innaa lahuu lahaa fizuun
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Alquran dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. al-Hijr: 9).
Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Alquran selama-lamanya. Alquran diturunkan tidak berupa tulisan dalam lembaran kertas yang terhimpun dan tersusun rapi, melainkan berupa wahyu Ilahi.
Oleh karenanya, Syeikh Muhammad Ali Shobuni menyatakan dalam risalah kitabnya, Attibyan Fi ‘Ulimil qur’an; ada dua cara yang dilakukan umat Islam dalam memelihara dan menjaga Alquran dari kemusnahan, yaitu dengan cara hafalan dan penulisan. Dua cara tersebut telah dilakukan sejak zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan masih berlangsung hingga saat ini.
Alquran Diturunkan di Tengah Bangsa yang Buta Huruf
Sejarah Islam telah mencatat bahwa pada masa permulaan kehadiran Islam, Alquran diturunkan di tengah-tengah kehidupan bangsa Arab. Mereka merupakan komunitas dari berbagai golongan yang secara sporadis tersebar di berbagai penjuru jazirah Arab.
Selain itu, mereka masih tergolong dalam bangsa yang buta huruf. Sangat minoritas dari kalangan mereka yang pandai membaca dan menulis. Bahkan, mereka pun belum mengenal kertas sebagaimana kertas yang kita kenal saat ini.
Meski mereka tergolong bangsa yang buta huruf, tetapi mereka dikenal memiliki daya ingat yang sangat kuat. Mereka terbiasa menghafal syair arab dalam jumlah yang tidak sedikit.
Sejatinya kodifikasi penulisan Alquran dilakukan pada masa Rasulullah, Abu Bakar, Usman bin Affan, dan Mushaf pasca-Usman. Di masa Rasulullah setiap kali wahyu turun, beliau langsung memerintahkan para sahabat untuk menghafal dan menuliskannya.
Pada masa itu, Alquran masih ditulis di atas pelepah kurma, batu, lembaran-lembaran kulit binatang, dan tulang karena masih belum terdapat kertas. Alquran yang ditulis masih tidak sempurna, ayat-ayatnya belum berharakat, tidak bernomor, tidak berwaqaf, dan tidak ada nama surat, serta huruf-hurufnya tidak bertitik.
Jenis dan Bentuk Tulisan Alquran Pra-Islam
Adapun jenis dan bentuk tulisan muhaf Alquran yang digunakan di masa itu adalah khat pra-Islam. Ialah berupa Khat Kufi, yaitu jenis tulisan dengan karakter kaku, tegak dan tidak bersyakal (tanda baca) hingga sulit untuk dibaca.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab “Tarikhul Khat Wa Gharaib Rasmihi” bahwa tulisan Alquran pada abad pertama sampai abad ke-lima hijriah ditulis dengan Khat Kufi. Berikut contoh jenisnya:
Kemudian, setelah wafatnya Nabi. Pada masa khalifah Abu Bakar terjadi perang Yamamah, peperangan yang sangat hebat mengakibatkan para penghafal Alquran gugur saat itu. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, ditakutkan bertambah angka keguguran dari kalangan penghafal Alquran.
Lantas Umar mengusulkan untuk menuliskan dan membukukannya dalam satu “mushaf” untuk mencegah dari kemusnahan. Penulis mushaf yang dikenal saat itu bernama bernama Zaid bin Tsabit. Meski mushaf yang ditulis belum cukup sempurna setidaknya ayat-ayat dan nama surat sudah berurutan.
Perkembangan Alquran di Masa Kekhalifahan Usman bin Affan
Memasuki masa khalifah Usman bin Affan, Alquran disalin kembali dan diperbanyak dimaksudkan untuk meredam perselisian mengenai ragam tilawah (bacaan) Alquran yang terjadi saat itu.
Kemudian di masa pasca Utsman, Islam telah tersiar secara luas, peradaban dan keilmuan pun telah meningkat secara signifikan. Beragam inovasi mulai muncul sehingga mushaf Alquran mengalami kesempurnaan. Mulai dari penyempurnaan tanda titik, fathah, dhammah, kasrah sampai pada pembukuan mushaf menjadi 30 juz.
Timbulnya pemikiran tanda baca tulisan abjad Alquran ini dipelopori oleh pakar bahasa, Abu al-Aswad ad-Du’ali (688 M). Disamping itu juga bentuk tulisan Alquran mengalami manifestasi dari bentuk asal berupa Khat Kufi menjadi Khat Naskhi sebagaimana yang telah kita lihat hingga saat ini.
Berikut gambar manifestasi bentuk tulisan Alquran dari jenis Khat Kufi ke Khat Naskhi:
Khat Naskhi merupakan salah satu jenis kaligrafi dengan keontetikannya menjadi asas tulisan Alquran. Bentuk tulisan yang sederhana dan mudah dibaca karena dilengkapi oleh tanda baca (syakal) berupa titik dan harakat.
Proses Pemeliharaan dan Pengumpulan Alquran
Muhyiddin Sarin menyatakan bahwa jenis bentuk tulisan tersebut urgensinya digunakan dalam penulisan mushaf, dan berbagai kepenulisan naskah Arab. Sebagaimana yang kita jumpai pada kitab-kitab kuno, maupun kitab modern, bahkan hadis-hadis Nabi.
Kodifikasi jenis tulisan tersebut tak lain di pelopori oleh Muhammad bin Ali bin al-Husain Ibnu Muqlah (328 H), disapa Ibnu Muqlah. Sang reformer penggagas geometri dan dikenal sebagai Imam Al-Khattathin (bapak dari para kaligrafer). Tidak menutup kemungkinan jika seni kaligrafi di akarkan pada dirinya.
Kata Naskhi secara epistimologis berasal dari kata Naskaha-Yansukhu yang berarti menghapus. Diartikan demikian karena telah mengapus tulisan sebelumnya, yaitu Khat Kufi.
Tak ayal jika tulisan Alquran dan hijaiyyah hingga saat ini diidentik dengan model Naskhi karena bentuknya mudah dibaca dan ditulis. Dengan demikian, eksistensi tulisan ini terus-menerus mengalami kemajuan seiring perkembangan zaman dan menjadi peran penting hingga mencolok dalam peradaban Islam. Wallahu ‘alam bi al-shawab