Alkisah Sebuah Musibah yang Diterima Usamah bin Munqidz

 Alkisah Sebuah Musibah yang Diterima Usamah bin Munqidz

Alkisah Sebuah Musibah Usamah bin Munqidz (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Suatu musibah menimpah Usamah bin Munqidz yang merupakan pemimpin dan benteng kota Shiraz.

Dia juga merupakan salah seorang pemberani, ulama, dan ahli sastra pada masanya. Dia dilahirkan pada tahun 488 H dan meninggal dunia pada tahun 584 H.

Musibah besar ini menimpanya sebelum tahun 569 H pada masa pemerintahan raja yang adil yaitu Nuruddin Az-Zanki yang mati dalam keadaan syahid. Semoga Allah merahmati keduanya.

Usamah dalam kitabnya Al-l’tibar, halaman 34 yang menuturkan perjalanan hidup secara global dikisahkan tentang musibah yang sangat menyakitkan sepanjang masa dia mengatakan; Kemudian aku menghubungi raja yang Adil yaitu Nuruddin untuk meminta bantuannya.

Raja lalu menulis surat kepada raja yang shalih Ibnu Ruzzik di Mesir untuk mempermudah kepulangan istriku dan anak-anakku yang masih berada di Mesir.

Dia memperlakukan mereka dengan baik. Utusan Raja Mesir datang dan meminta maaf karena mengkhawatirkan keberadaan anak dan istriku dari orang- orang Eropa.

Dia lalu menulis surat kepadaku yang isinya, “Pulanglah engkau ke Mesir dan engkau akan tahu hubungan baik antara dirimu dan aku.

Apabila engkau takut kepada pemilik istana (Raja Nuruddin) maka pergilah ke Makkah. Aku akan meneruskan surat untukmu dalam rangka menyerahkan kota Aswan kepadamu.

Aku akan membantumu sehingga engkau mampu melawan orang-orang Habasyah. Aswan adalah salah satu perbatasan di antara beberapa perbatasan kaum Muslimin.

Aku juga akan memberangkatkan keluargamu dan anak-anakmu untuk menemuimu.”

Aku lalu melakukan perundingan dengan Raja Nuruddin dan meminta pendapatnya.

Dia berkata, “Wahai fulan, apakah engkau akan bersungguh-sungguh, ketika keluar dari Mesir dan fitnah-fitnah yang ada di dalamnya engkau akan kembali ke Mesir? Umur lebih singkat daripada hal tersebut. Aku akan mengirimkan seseorang untuk mengambil keluargamu supaya mendapat jaminan aman dari Raja Eropa. Aku juga akan memberangkatkan orang supaya membawa mereka.”

Raja Nuruddin lalu mengirim orang yang meminta jaminan keamanan dari Raja Eropa baik di darat maupun di lautan. Aku lalu mengirim jaminan keamanan melalui seorang pelayanku bersama surat Raja adil dan suratku kepada Raja Mesir.

Raja Mesir kemudian memberangkatkan semua keluargaku bersama orang-orangku dari daerah Al- Khash menuju Dimyath.

Dia memberi bekal dan nafkah yang dibutuhkan kepada mereka, dan dia berpesan agar mereka dijaga dengan baik.

Mereka lalu berangkat dari Dimyath dengan naik sebuah perahu milik orang-orang Eropa. Ketika mereka sampai di Akka ternyata Raja Eropa sudah ada di sana semoga Allah tidak memberikan rahmat kepadanya.

Dia mengirim sekelompok orang dengan naik perahu kecil untuk melobangi perahu yang ditumpangi keluargaku.

Para sahabatku melihat hal tersebut. Raja Fropa naik tunggangan dan berdiri di pinggiran pantai kemudian semua yang ada di perahu dirampasnya.

Pelayanku lalu menemui Raja itu dengan berenang. Dia membawa jaminan keamanan dan berkata kepadanya, “Bukankah ini adalah jaminan keamanan darimu?”

Raja itu menjawab, “Ya. Akan tetapi ini adalah tulisan kaum Muslimin. Jika perahu mereka pecah di suatu daerah maka penduduk daerah tersebut boleh merampas perahu tersebut.” Pelayanku berkata, “Apakah engkau akan menawan kami?” Dia menjawab, “Tidak.

“Raja Eropa, semoga Allah melaknatnya. lalu membawa keluargaku ke sebuah rumah dan menggeledah para wanita kemudian merampas apa yang mereka bawa.”

Di perahu tersebut ada perhiasan yang menjadi simpanan para wanita, pakaian-pakaian, intan, pedang-pedang, senjata-senjata, emas, dan perak yang semuanya bernilai sekitar tiga puluh ribu dinar.

Raja itu lalu mengambil semuanya dan hanya memberikan lima ratus dinar.

Dia berkata, “Pakailah ini supaya kalian sampai ke Negara kalian.” Mereka adalah laki- laki dan perempuan yang jumlahnya ada lima puluh orang.

Saat peristiwa itu terjadi, aku sedang bersama Raja adil di Negara Raja Mas’ud yaitu di Raghban dan Kaisun.

Kehilangan harta bagiku jauh lebih ringan daripada keselamatan anak- anakku dan keponakanku. Hanya saja beberapa kitab-kitabku juga ikut hilang.

Kitab-kitabku ada empat ribu jilid dan termasuk kitab-kitab berharga.

Hilangnya kitab-kitab itu menjadi kesedihan di dalam hatiku sepanjang hidupku. Inilah musibah yang dapat mengguncang gunung, menghabiskan harta.

Akan tetapi Allah mengganti semua itu dengan rahmatnya dan memberikan kelembutan dan ampunannya sebagai penutup. []

Muhammad Ahsan Rasyid

Muhammad Ahsan Rasyid, magister BSA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang juga aktif di berbagai organisasi dan kegiatan sukarelawan. Tinggal di Yogyakarta, dapat disapa melalui Email: rasyid.ahsan.ra@gmail.com.

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *