Membaca Surah Al-Fatihah untuk Orang Mati
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Sudah lumrah di kalangan kita membaca doa Fatihah saat ada saudara atau kawan yang meninggal dunia. Baik dibaca langsung atau ‘Fatihah Sent’ saat menulis di WhatsApp. Bagaimana hukumnya?
Paling enak dan instan menjawab hukum dengan “Ini bid’ah, tidak ada dalilnya.”
Tidak perlu belajar ilmu fikih lama-lama. Padahal untuk menjawab nama sebuah penyakit seorang dokter perlu mendiagnosis lebih lama bahkan perlu periksa darah ke laboratorium.
Demikian pula ahli hukum dalam Islam perlu mencermati permasalahan lebih mendalam.
Masalah Fatihah yang dibaca untuk orang yang wafat mestinya diperinci menurut ulama Salafi, misalnya,
“Fatihah itu bagian dari Al-Qur’an.”
Menurut ahli hadis kami, Syekh Al-Alim Al-Allamah Nashiruddin Al-Albani ada dua pendapat, di Kitab Ahkam Janaiz tidak membolehkan.
Di kitab lainnya boleh membaca Fatihah bagi anak-anak Almarhum, berdasarkan Fatwa beliau dalam kumpulan hadis-hadis sahih:
وَخُلَاصَةُ ذَلِكَ أَنَّ لِلْوَلَدِ أَنْ يَتَصَدَّقَ وَيَصُوْمَ وَيَحُجَّ وَيَعْتَمِرَ وَيَقْرَأَ الْقُرْآنَ عَنْ وَالِدَيْهِ لِأَنَّهُ مِنْ سَعْيِهِمَا ، وَلَيْسَ لَهُ ذَلِكَ عَنْ غَيْرِهِمَا إِلَّا مَا خَصَّهُ الدَّلِيْلُ مِمَّا سَبَقَتِ الْإِشَارَةُ إِلَيْهِ . و الله أعلم . (السلسلة الصحيحة – ج 1 / ص 483)
Artinya:
“Kesimpulannya, bahwa anak boleh bersedekah, berpuasa, berhaji, berumrah dan MEMBACA AL-QURAN untuk kedua orag tuanya. Sebab anak merupakan usaha orang tua. (Q.S. An-Najm 39)
Dan anak tersebut tidak bisa melakukan itu semua untuk selain orang tuanya, kecuali yang dikhususkan oleh dalil, yang telah dijelaskan.” (al-Silsilah al-Sahihah, 1/483)
Tetapi anda tidak akan menemukan cara menjawab seperti itu dalam kelompok mereka.
Bidah ya bidah, meskipun ulama Salafi jika tidak memiliki dalil jangan diterima.
Rupanya ulama Salafi juga banyak ditemukan fatwanya tidak memiliki dasar hadis sahih.
Bagi kami dalam Mazhab Syafi’i, membaca Fatihah yang dibaca untuk orang yang sudah wafat berdasarkan metode ijtihad berupa istinbath (menggali hukum dari dalil) Qiyas Aulawi.
Metode ini jika dilihat dari teks zahir hadis memang tidak terlihat, tapi di sinilah letak Badzlu Wus’i, tugas seorang ulama Mujtahid mengerahkan kemampuan ilmunya dalam berijtihad,
sebagaimana yang dikaji oleh Imam As-Subki dari hadis berikut:
فَقَالُوا لَهُمْ هَلْ فِيكُمْ رَاقٍ فَإِنَّ سَيِّدَ الْحَىِّ لَدِيغٌ أَوْ مُصَابٌ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ نَعَمْ فَأَتَاهُ فَرَقَاهُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَبَرَأَ الرَّجُلُ فَأُعْطِىَ قَطِيعًا مِنْ غَنَمٍ فَأَبَى أَنْ يَقْبَلَهَا. وَقَالَ حَتَّى أَذْكُرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم-. فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا رَقَيْتُ إِلاَّ
بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ. فَتَبَسَّمَ وَقَالَ « وَمَا أَدْرَاكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ » (رواه مسلم)
Artinya:
“Mereka berkata: “Adakah dari kalian yang dapat meruqyah? Pemimpin kabilah sakit digigit hewan berbisa.” Lalu oleh sahabat dibacakan RUQYAT surat Fatihah, lalu sembuh.
Setelah tiba di Madinah, sahabat sampaikan pada Nabi, Nabi senyum bertanya: “Kok tahu kalau Fatihah adalah Ruqyah?” (HR. Muslim)
Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari berkata:
قَالَ السُّبْكِيُّ تَبَعًا لِابْنِ الرِّفْعَةِ … الَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ الْخَبَرُ بِالِاسْتِنْبَاطِ أَنَّ بَعْضَ الْقُرْآنِ إذَا قَصَدَ بِهِ نَفْعَ الْمَيِّتِ نَفَعَهُ إذْ قَدْ ثَبَتَ أَنَّ الْقَارِئَ لَمَّا قَصَدَ بِقِرَاءَتِهِ نَفْعَ الْمَلْدُوغِ نَفَعَتْهُ وَأَقَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ { وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ } وَإِذَا نَفَعَتْ الْحَيَّ بِالْقَصْدِ كَانَ نَفْعُ الْمَيِّتِ بِهَا أَوْلَى لِأَنَّهُ يَقَعُ عَنْهُ مِنْ الْعِبَادَاتِ بِغَيْرِ إذْنِهِ مَا لَا يَقَعُ عَنْ الْحَيِّ . (أسنى المطالب – ج 12 / ص 139)
Artinya:
“Al-Subki: “Berdasar dalil hadis jika sebagian Quran diniatkan untuk mayit, maka manfaat. Seperti hadis bahwa ada sahabat baca Fatihah untuk orang yang tersengat, lalu Nabi bersabda:
“Dari mana kamu tahu bahwa Fatihah adalah ruqyah?”. Jika fatihah ditujukan kepada yang masih hidup dapat berguna, maka kepada orang mati lebih berguna.” (Asna Mathalib, 12/139) []