Aisyah dan Surat An-Nur
HIDAYATUNA.COM – Dia bernama Aisyah binti ash-Shidiq Abu Bakar Abdullah bin Abu Quhafah Utsman bin Amir bin Amr bin Ka’bah bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr. Aisyah RA adalah salah satu istri Rasulullah SAW yang berasal dari suku Quraisy. Dia berasal dari kablilah bani Taim, sedangkan Rasulullah SAW berasal dari bani Abdu Manaf. Keduanya sama-sama berasal dari suku Quraisy. Hanya saja dari kabilah yang berbeda.
Ibu Aisyah bernama Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdu Syams bin Attab bin Udzainah al-Kinaniyah. Dia berasal dari suku Kinanah, bukan suku Quraisy. Aisyah ra lahir sembilan tahun sebelum Hijarah. Rasulullah SAW menikahinya dua bulan setelah Khadijah RA wafat, atau tiga tahun menjelang Hijrah. Dengan demikian, beliau menikahi Aisyah ketika dia masih kecil, yaitu ketika berumur enam tahun. Dia meninggal pada tahun 58 H, yaitu pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan RA. Aisyah RA belum pernah melahirkan anak untuk Rasulullah SAW.
Aisyah RA adalah satu-satunya gadis yang dinikahi oleh Rasulullah SAW. Salah satu tujuan beliau menikahinya adalah untuk menambah ikatan cinta yang telah beliau jalin bersama sahabat dekatnya, yaitu Abu Bakar RA, yang telah berjuang dan banyak berkorban untuk dakwah Islam, Aisyah RA lahir di masa Islam. Dia pernah mengatakan “sejak aku kecil kedua orang tuaku sudah memeluk agama ini”. (al-Bukhari 229)
Aisyah RA menceritakan bagaimana pertama kali ditemui oleh Rasulullah SAW dikamarnya. Dia mengisahkan, “Nabi SAW menikahiku ketika usiaku menginjak 6 tahun. Setelah itu kami Hijrah ke Madinah. Kami tinggal di pemukiman bani al-Harrits bin Khazraj. Aku sakit demam hingga rambutku acak-acakan dan banyak yang rontok. Setelah itu, rambutku tumbuh lebat sampai menjurai melebihi telinga. Ibuku, Ummu Ruman, mendatangiku saat aku sedang bermain jungkat jungkit bersama beberapa teman sebayaku. Ibuku memanggilku , maka aku segera datang dan aku tidak tahu apa yang dia inginkan dariku. Dia menggandeng tanganku sampai kami tiba di depan pintu. Nafasku jadi tidak karuan, bahkan sebagain nafasku seakan tersengal. Ibuku mengambil air dan mengusapkannya ke wajah dan rambutku, lalu dia memasukkanku ke dalam rumah dan ternyata para wanita Anshar sudah menunggu. Saat aku masuk, mereka langsung mengatakan, ‘Allah memberikan kebaikan dan barakah untukmua. Nasibmu sangat beruntung’. Setelah itu, ibuku menyerahkanku kepada mereka dan kemudian mereka meriasku. Tidak ada kejutan yang lebih membahagiakanku selain keberadaan Rasulullah SAW. Kemudian, ibuku menyerahkanku kepada beliau dan saat itu usiaku menginjak sembilan tahun.
Akad pernikahan Aisyah RA sengaja disegerakan. Ketika itu dia belum cukup umur untuk membina rumah tangga. Alasan penyegeraan ini tampak dari perkataan Aisyah RA.
)عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيتُكِ قَبْلَ أَنْ أَتَزَوَّجَكِ مَرَّتَيْنِ، رَأَيْتُ الْمَلَكَ يَحْمِلُكِ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ فَقُلْتُ لَهُ: اكْشِفْ. فَكَشَفَ، فَإِذَا هِيَ أَنْتِ. فَقُلْتُ: إِنْ يَكُنْ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ. ثُمَّ أُرِيتُكِ يَحْمِلُكِ فِي سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ، فَقُلْتُ: اكْشِفْ. فَكَشَفَ فَإِذَا هِيَ أَنْتِ، فَقُلْتُ: إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ (
Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: Engkau pernah diperlihatkan kepadaku dalam mimpi sebelum aku
menikahimu sebanyak dua kali, aku melihat malaikat menggendongmu dalam sepotong
kain sutera, maka aku berujar kepadanya: Singkaplah (kain ini). Maka ia menyingkapnya,
dan ternyata itu adalah engkau. Maka aku berkata: Jika ini dari Allah, maka Dia
akan menjadikannya nyata. Kemudian engkau diperlihatkan kepadaku, (malaikat)
menggendongmu dalam sepotong kain sutera, maka aku berujar: Singkaplah (kain
tersebut), maka ia menyingkapnya, dan ternyata itu adalah engkau, maka aku
berkata: Jika ini dari Allah, maka Dia akan menjadikannya nyata. HR Bukhari
Dalam hadits diriwayatkan bagaimana Rasulullah SAW memimpikan Aisyah RA. Mimpi yang terulang beberapa kali ini -mimpi para Nabi SAW termasuk bagian dari wahyu- menjelaskan kepada kita sebab disegerakannya akad nikah Aisyah, yaitu karena pernikahan ini adalah perintah Allah SWT. Aisyah RA adalah satu satunya gadis perawan yang dinikahi Rasulullah SAW. Bahkan, beliau sudah memberi perhatian sangat besar kepadanya semenjak masih kecil. Aisyah RA mengisahkan besarnya perhatian Rasulllah SAW :
كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ يُسَرِّبُ إِلَيَّ صواحباتي يلاعباني
“Aku bermain bersama Rasulullah SAW, dan biasanya beliau mencari teman-temanku agar mereka bermain bersamaku”
Bila diperhatikan dari dua hadits diatas, ternyata Rasulullah SAW berusaha untuk tetap menjaga apa yang sudah menjadi kebiasaan Aisyah RA semenjak sebelum menikah, yaitu kebiasaan bermain dengan rekan sebayanya serta bermain dengan boneka-boneka yang dia buat dari wol. Perhatian beliau ini terus berlanjut sampai menjelang akhir hayatnya.
Di dalam hadits Abu Daud disebutkan bahwa setelah Nabi SAW tiba dari Perang Tabuk (Tahun ke-9 Hijriah), beliau membuka kain penutup boneka-boneka Aisyah RA kemudian beliau bertanya “Aisyah, ini apa?” dia menjawab, “Anak-anakku”. Kemudian beliau melihat boneka kuda bersayap yang sedang terikat. Beliau bertanya lagi : “Lalu yang ini apa?” Aiysah menjawab, “Kuda”. Beliau bertanya lagi : “Apakah kuda punya sayap?” Aisyah justru balik bertanya : “memangnya engkau belum pernah mendengar bahwa Sulaiman AS memiliki kuda bersayap dua?” dan beliaupun tertawa.
Aisyah adalah wanita yang paling dicintai Rasulullah SAW. Beliau pernah menyatakan hal ini secara terang-terangan ketika Amr bin al-Ash RA bertanya kepada beliau. Dia menceritakan :
أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ ؟ قَالَ : عَائِشَةُ. قُلْتُ : مِنَ الرِّجَالِ ؟ قَالَ : أَبُوْهَا
“Aku bertanya, ‘Siapakah orang yang paling engkau cintai?’ rasulullah SAW menjawab ‘Aisyah’. Aku berkata ‘Kalau dari kalangan laki-laki?’ beliau menjawab, ‘Ayahnya”
Rasa cinta beliau kepada Aisyah sudah menjadi hal masyhur dikalangan sahabat. Sampai-sampai jika diantara mereka ada yang hendak memberi hadiah untuk Rasulullah SAW, mereka menunggu sampai giliran Aisyah tiba. Saat itulah mereka menyerahkan hadiah tersebut. Hal ini membuat istri-istri Rasulullah SAW yang lain merasa cemburu. Mereka kemudian meminta Ummu Salamah untuk mengatakan kepada Rasulullah agar memerintahkan orang-orang untuk memberi hadiah kapan saja atau pada giliran siapa saja.
Ummu Salamah mencoba menyampaikan perihal ini kepada Rasulullah, namun beliau tidak menghiraukannya. Hingga akhirnya pada kali ketiga Ummu Salamah menyampaikan hal tersebut, Rasulullah SAW berkata :
يَا أُمُّ سَلَمَةَ لاَ تُؤْذِيْنِي فيِ عَائِشَةَ، فَوَ الله مَا نَزَلَ عَلَيَّ الْوَحْيَ وَأَنَا فيِ لِحَافِ امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ غَيْرِهَا
‘Wahai Ummu Salamah, jangan mengusikku dengan menyakiti Aisyah. Demi Allah, tidak pernah turun wahyu kepadaku ketika aku berada satu selimut dengan seorang wanita selain Aisyah’.
Sabda beliau ini jelas menunjukkan bahwa Allah menganugerahkan keistimewaan khusus untuknya. Hadits ini juga menunjukkan bahwa beliau senantiasa memperhatikan masalah ini yang merupakan wahyu yang Allah SWT turunkan. Tentunya hal ini tidak mengurangi keadilan yang beliau berikan kepada istri beliau yang lain.
Aisyah RA memiliki kecerdasan luar biasa. Posisi rumahnya yang menempel dengan masjid membuatnya terus-menerus mendengarkan khutbah Rasulullah SAW, hadits-hadits dan hukum-hukum yang beliau terapkan. Dia menghafal sebab-sebab turunnya (asbabunnuzul) dan sebab-sebab diucapkannya sabda Nabi SAW (asbabul wurud hadits). Dengan ini ia memiliki kemampuan fikih luarbiasa yang jarang ada orang sepertinya.
Aisyah RA berkulit putih dan berparas cantik. Oleh karea itu, dia dipanggil Humaira (kemerah-merahan). Dia adalah istri yang paling lama bersama Rasulullah SAW, hanya saja dia tidak melahirkan anak untuk Nabi SAW. Lamanya kebersamaan Aisyah bersama Rasulullah SAW, membuatnya meriwayatkan hadits paling banyak dibandingkan istri-istri nabi yang lain. Beliau meriwayatkan 2.210 hadits.
Peristiwa Ifki (Berita Dusta)
Peristiwa ini terjadi pada saat menghadapi bani al-Musthaliq pada tahun ke-6 H. Hammad bin Zaid meriwayatkan dari Ma’mar dan dari an-Nu’man bin Rasyid, dari az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, “setiap kali Nabi SAW ingin melakukan perjalanan, biasanya beliau mengundi istri-istrinya yang akan menyertai beliau. Ketika akan menghadapi bani Musthaliq, beliau juga mengundi dan ternyata yang keluar adalah namaku. Itulah awal kebinasaan orang-orang yang ingin mencelakaiku”
Yunus meriwayatkan dari Ibnu Syihab, “Urwah, Ibnu al Musayyib, Alqamah bin Waqqas, dan Ubaidillah bin Abdullah mengabarkan kepadaku kisah Aisyah ketika para pendusta menebarkan berita bohong tentang Aisyah. Tuduhan zina yang pada akhirnya Allah menjelaskan kesucian Aisyah RA pada surat An-Nur 11-17 .
11. Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.
12. mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”
13. mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta.
14. Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
15. (ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal Dia pada sisi Allah adalah besar.
16. dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha suci Engkau (ya Tuhan kami), ini adalah Dusta yang besar.”
17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.
Ayat ini diturunkan oleh Allah SWT untuk membersihkan nama Aisyah dan membuktikan kesuciannya. Ayat ini menghapus keraguan Rasulullah SAW akan istrinya, Aisyah dari fitnah yang telah menyebar. Fitnah yang menyebar setelah pulangnya Aisyah dari menemani Rasulullah SAW membuat Aisyah hampir diceraikan oleh Rasulullah. Fitnah ini juga menyebabkan ejekan atas Aisyah RA yang membuat perubahan sikap Rasulullah SAW atas Aisyah RA.
Ummul Mukminin dan Pasca Meninggalnya Rasulullah
Setelah Rasulullah SAW meninggal, Ummul Mukminin memiliki peran dalam kehidupan kaum muslimin. Diantara peran itu ialah keterlibatannya dalam mendakwahkan agama Allah, melaksanakannya melalui periwayatan dari rasulullah, menjawab berbagai pertanyaan kaum wanita mukminah, dan mengajari mereka dengan aneka persoalan agamanya. Singkatnya, tiada hari tanpa keterlibatan dalam kehidupan kaum muslimin, baik sata perang maupun damai.
Para sahabat terkemuka suka meminta nasihat kepada Ummul Mu’minin saat mereka menghadapi masalah besar. Mereka tidak memutuskannya dengan nalar semata.
Diantara mereka adalah Umar bin Khattab RA. Tatkala Abu Lu’lu orang Majusyi. Menusuknya dengan tombak. Umar merasa bahwa dia sebentar lagi akan berpisah dengan dunia. Dia berkata kepada anaknya, “Pergilah ke rumah Aisyah. Sampaikanlah kepadanya salam dariku. Mintalah izin kepadanya agar aku dikuburkan dirumahnya bersama Rasulullah SAW dan Abu Bakar”.
Abdullah pun kemudian menemui Aisyah dan menyampaian pesan ayahnya. Aisyah berkata, “silahkan. Itu suatu kehormatan. Hai anakku, sampaikanlah salamku kepada Umar dan katakanlah kepadanya, ‘Janganlah engkau meninggalkan umat Muhammad tanpa penggembala. Tentukanlah penggantimu yang akan memimpin mereka dan janganlah engkau meninggalkan mereka dalam keadaan terlantar. Aku khawatir akan timbul fitnah pada mereka.”
Begitulah Aisyah RA sejak meninggalnya Rasulullah SAW masih tetap mengawal umat Islam hingga akhir hayatnya.