Adakah Batasan dalam Ketaatan Kepada Orang Tua?
HIDAYATUNA.COM, Yogyakarta – Hubungan orang tua dengan anak adalah pilar kehidupan keluarga dan merupakan fondasi dasar peradaban.
Islam mengajarkan kita untuk menumbuhkan hubungan yang positif, sehat, dan fungsional antara orang tua dan anak-anak mereka.
Bagian dari keharusan ini adalah untuk menyeimbangkan hak dan kewajiban orang tua dan anak-anak.
Anak memiliki kewajiban untuk memiliki ketaatan kepada orang tuanya dan menuruti semua permintaannya yang wajar dan tidak melanggar syariat.
Sedangkan orang tua perlu memberikan ruang bagi anaknya untuk tumbuh dan mengembangkan kepribadiannya yang unik.
Bertakwa kepada orang tua (birr al-walidayn) merupakan konsep inti dalam etika Islam.
Dalam banyak ayat dan hadis, perilaku baik terhadap orang tua disebutkan tepat di samping ibadah kepada Allah.
Nabi Muhammad telah mengajarkan kepada kita bahwa amal terbaik adalah yang dilakukan secara konsisten, meskipun kecil.
Allah berfirman:
وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Artinya:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (Q.S. An-Nisaa’ ayat 36)
Dalam ayat Al-Qur’an lainnya Allah berfirman:
وَإِن كَادُوا۟ لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ ٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ لِتَفْتَرِىَ عَلَيْنَا غَيْرَهُۥ ۖ وَإِذًا لَّٱتَّخَذُوكَ خَلِيلً
Artinya:
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.” (Q.S. Al-Isra’ ayat 73)
Kedekatan perintah-perintah ini menunjukkan pentingnya mereka dalam hirarki prioritas Islam.
Memang, durhaka kepada orang tua (‘uquq) dianggap sebagai salah satu dosa besar dan tidak menyenangkan orang tua seseorang tanpa alasan yang adil mengancam hubungan seseorang dengan Allah.
Anas ibn Malik melaporkan: Nabi, damai dan berkah besertanya, mengatakan tentang dosa-dosa besar:
الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَقَوْلُ الزُّورِ
Artinya:
“Mereka menyekutukan berhala dengan Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh seseorang, dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari 5632, Muttafaqun alaih)
Namun, seperti kebanyakan aturan dalam Islam, ada pengecualian terhadap perintah umum ketaatan.
Dalam setiap keadaan, tidak diperbolehkan untuk menaati orang tua jika mereka memerintahkan kita untuk melakukan sesuatu yang berdosa.
لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةٍ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
Artinya:
“Tidak ada ketaatan kepada siapapun jika itu adalah kemaksiatan kepada Allah. Sesungguhnya, ketaatan hanya dalam perilaku yang baik.” (HR. Bukhari nomor 6830)
Standar ketaatan adalah perilaku yang baik (al-ma’ruf), yang halal, masuk akal, dan baik.
Prinsip ini berlaku untuk hubungan apa pun. Tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menaati siapa pun meliputi orang tua, guru, para pemimpin, jika melibatkan dosa terhadap Allah.
Meski begitu, hubungan orang tua adalah hubungan yang istimewa.
Banyak umat muslim awal memiliki orang tua non-muslim yang menentang memeluk Islam atau bahkan berperang melawan mereka.
Sampai Manakah Batasan Ketaatan Kepada Kedua Orang Tua?
Allah menyuruh orang-orang muslim untuk mematuhi orang tua non-muslim mereka dalam hal-hal yang wajar.
Bahkan untuk berterima kasih kepada mereka dan memperlakukan mereka dengan sopan santun.
وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ
Artinya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
Dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Q.S. Luqman ayat 14)
وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,
Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Luqman ayat 15)
Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak selalu memiliki kewajiban kepada orang tuanya, bahkan mereka yang berdosa atau tidak beriman.
Anak-anak harus menaati orang tuanya dalam hal-hal yang menguntungkan keduanya, tetapi orang tua tidak boleh memerintahkan anaknya untuk merugikan diri sendiri atau orang lain.
Hanya dalam keadaan yang paling ekstrim, seperti kekerasan atau pelecehan yang tidak dapat ditolerir, hubungan orang tua-anak harus diputuskan.
Ketaatan kepada orang tua muslim juga ada batas kewajarannya.
Bukan hak mutlak yang dapat dimiliki orang tua atas anak-anaknya.
Mengenai batasan sampai manakah ketaatan anak kepada kedua orang tuanya, terdapat riwayat lainnya sebagai berikut:
فَلَا يَجِبُ عَلَى الْوَلَدِ طَاعَتُهُمَا فِي كُلِّ مَا يَأْمُرَانِ بِهِ وَلَا فِي كُلِّ مَا يَنْهَيَانِ عَنْهُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ
Artinya:
“Anak-anak tidak wajib mentaati kedua orang tuanya dalam setiap hal yang mereka perintahkan atau larangannya, dengan kesepakatan para ulama.” (Ihkam al-Ahkam)
Faktanya adalah beberapa orang tua terlalu mengontrol dan menuntut, kadang-kadang disebut pengasuhan harimau.
Mereka bahkan bisa kejam dan kasar kepada anak-anak mereka.
Hak orang tua untuk taat didasarkan pada anggapan bahwa orang tua, dengan kebijaksanaan dan pengalamannya, menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.
Namun tidak semua orang tua adalah orang tua yang baik.
Apakah dosa untuk tidak mematuhi beberapa tuntutan mereka yang tidak masuk akal? Apa yang dimaksud dengan ketidaktaatan?
Para ulama sepakat bahwa ketaatan kepada orang tua bukanlah hak yang tidak terbatas, tetapi mereka berselisih tentang definisi kemaksiatan.
Ibn al-Salah mendefinisikan ketidaktaatan sebagai segala sesuatu yang merugikan orang tua.
Contoh nyata di mana ulama tidak mewajibkan ketaatan kepada orang tua adalah kasus ketika orang tua meminta anak-anaknya untuk menceraikan pasangannya.
Mungkin bijaksana atau bahkan disarankan untuk melakukannya, tetapi itu bukan kewajiban untuk menindaklanjutinya.
Hal ini tentu tidak dapat digunakan oleh orang tua sebagai gada melawan anak-anak mereka.
Singkatnya, anak-anak memiliki kewajiban untuk mematuhi orang tua mereka dalam hal perilaku yang baik, yang bermanfaat dan tidak berdosa, berbahaya, atau tidak masuk akal.
Orang tua memiliki tanggung jawab timbal balik untuk membiarkan anak-anak mereka memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan cara mereka sendiri, selama jalan mereka halal dan baik.
Dalam keadaan ideal, orang tua dan anak harus mencapai kesepakatan yang memuaskan kebutuhan dan keinginan setiap orang. []