Abad 18 Para Perantau Arab Banyak Datang Secara Massal ke Nusantara

 Abad 18 Para Perantau Arab Banyak Datang Secara Massal ke Nusantara

Penemuan Kota Emas (Ilustrasi/Hidayatuna)

HIDAYATUNA.COM, Jakarta – Agus Permana dan kawan-kawan, dalam penelitiannya berjudul “Jaringan Habaib di Jawa Abad 20” menyebutkan. Bahwa para perantau Arab mulai datang secara massal ke Nusantara pada tahun-tahun terakhir abad ke-18.

“Tetapi mereka mulai banyak menetap di pulau Jawa setelah tahun 1820,” ungkapnya dikutip Rabu (6/1/2021).

Ia menjelaskan, menurut statistik tahun 1858 tercatat jumlah penduduk keturunan Arab yang menetap di Indonesia sebanyak 1.662 atau sekitar 30% dari jumlah masyarakat Arab yang merantau pada tahun itu.

“Para perantau Arab sudah bermukim di kota-kota Maritim Indonesia sejak tahun-tahun permulaan abad 19. Umumnya mereka adalah para pedagang,” jelasnya.

Permana dkk menjelaskan biasanya para pedagang Muslim ini menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menjual barang dagangannya sampai habis agar bisa membeli barang dagangan setempat dan membawanya kembali ke negerinya masing-masing.

Selain itu juga pelayaran yang mereka lakukan untuk kembali ke negeri asal tergantung pada musim. Jarak antara Indonesia dan Jazirah Arab memakan waktu yang lama dan amat ditentukan oleh cuaca.

“Mereka merantau ke Indonesia tanpa membawa istri-istrinya dan seluruhnya terdiri dari laki-laki, tua-muda dan anak-anak. Biasanya mereka menetap berkelompok di perkampungan di dekat pelabuhan kota,” ujarnya.

Kemudian hubungan antar kelompok pedagang muslim dengan masyarakat pribumi terwujudlah secara bertahap. Kondisi yang sedemikian menyebabkan pedagang Arab tersebut mengadakan jalinan kekeluargaan melalui pernikahan dengan penduduk pribumi, beranak-pinak dan tidak kembali lagi ke negeri asal mereka.

“Bilamana ada yang kembali ke negerinya, mereka hanya sekedar menjenguk keluarga mereka,” sambungnya.

Data ini lanjut dia, menunjukkan hubungan sosial antara orang-orang Arab dengan penduduk setempat nampak sekali dalam hubungan perkawinan penduduk pribumi terutama golongan bangsawan dan pedagang besar akan sangat bangga bila dapat mengambil menantu atau ipar dari kalangan Arab terutama dari kalangan Sayid.

“Dari hubungan perkawinan ini banyak di antara orang-orang Arab yang kemudian diangkat menjadi penguasa daerah seperti Pontianak, Demak, Cirebon dan Mataram. Realitas ini membuktikan bahwa mereka tidak hanya berperan sebagai pedagang, tapi mayoritasnya justru melakukan aktifitas sebagai ulama dan juru dakwah,” jelasnya.

Romandhon MK

Peminat Sejarah Pengelola @podcasttanyasejarah

Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *