40 Hari Wafat-Nya Mbah Moen, Menag dan Seniman Tabur Puisi Doa
HIDAYATUNA.COM, Semarang – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin hadir beserta Ibu Menteri Agama Trisna Willy Lukman Hakim dengan didampingi Kakanwil Kemenag Prov Jateng Farhani yang juga beserta ibu Kakanwil Fatimah, menghadiri acara peringatan 40 hari atas wafat-Nya Almarhum Mbah Moen, dan sekaligus peluncuran buku antologi puisi bersama ‘Selasa di Pekuburan Ma’la’.
Rombongan tiba kediaman Gus Mus di Pondok Pesantren Raudhatut Tholibin Leteh, Rembang, tepat pukul 20.00 WIB Kamis (12/09/2019) malam. Selain Ratusan santri pondok, warga juga hadir dalam acara. Selain itu, para seniman dari berbagai wilayah di Indonesia seperti KH Zawawi Imron, Acep Zamzam Noor, Candra Malik, Binhad Nurrohmat (kurator), Evi Idawati, Faruq Tripoli, Warih Wisatsana dkk, Sastro Adi, dan penyair Lampung Isbedy Stiawan ZS.
“Kehilangan panjenengan sama artinya dengan lenyapnya teladan yang tiada ternilai bagi kami, bagi para santri, dan semua anak-anak Ibu Pertiwi. Tak nampak lagi figur yang tiada lelah mendorong warga bangsa untuk tetap dan terus selamanya. Tak terlihat lagi sosok yang setia menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan penuh semangat. Entah di mana lagi dapat menemui tokoh yang menyejukkan hati, di tengah kompetisi dan kontestasi hidup yang kian keras, yang bisa mengoyak integrasi persatuan anak negeri. Kami begitu kehilangan bentuk lembut bersahaja yang kerap menjadi pengingat bagi siapa saja yang lupa,” ungkap Menteri Agama sebelum membacakan puisinya.
Setelah Menteri Agama itu selesai, Gus Mus menyampaikan rasa kehilangan dan menyampaikan bahwa kalau sudah diambili semua para ulama, maka orang bingung mau bertanya pada siapa. Mencari pedoman pada siapa, karena sudah langka, maka orang-orang bodoh dimintai fatwa.
“Allah itu kalau mau mengambil ilmunya, langsung dengan mengambil ulamanya itu sendiri. Seperti KH Wachab hasbulla, Mbah Moen Zubair, sekarang orang menangisi KH Maemoen, dengan caranya sendiri-sendiri, ada dengan solawatan, tahlilan dan di sini ungkapan-ungkapan para penyair (puisi),” ujar Gus Mus.
Pengungkapan dalam puisi-puisi yang ditulis, kurang lebih ditulis 70 seniman, sangat menyentuh hati atas rasa kehilangan, harapan dan doa, para santri dan seluruh yang hadir ikut terlarut dalam setiap puisi yang dibacakan pada malam ini, yang merupakan isi buku antologi puisi bersama yang telah dicetak dan dibagikan pada para santri dan akan dicetak lagi untuk dapat dibagikan secara gratis kepada santri di Ponpes yang ada di Indonesia.